Salin Artikel

Cerita Sopir Angkot di Jakarta, Merantau dari Bukittinggi di Usia 19 Tahun Bermodal Rp 10.000

JAKARTA, KOMPAS.com - Warga Pejaten Timur bernama Hasan Basri (55) mengisahkan sepotong perjalanan hidup yang kini membuatnya menjadi sopir angkot di Jakarta.

Sewaktu usianya masih 19 tahun, ia merantau dari Bukittinggi, Sumatera Barat, menuju Ibu Kota untuk mencari pekerjaan.

“Merantau seorang diri. Ongkos Rp 10.000 dari Bukittinggi. Iya, naik bus. Tapi saya setop di jalan, bukan beli tiket. Waktu itu kalau enggak salah tahun 1989,” ungkap Hasan saat berbincang dengan Kompas.com di Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (20/3/2024).

Setelah beberapa jam, Hasan tiba di Terminal Kalideres, Jakarta Barat. Ia bingung harus ke mana karena tidak ada tujuan sama sekali.

Terlepas uang di sakunya hanya tersisa Rp 10.000, Hasan juga belum mengetahui seluk-beluk Ibu Kota. Mau tidak mau dan suka tidak suka, dia harus beradaptasi dengan lingkungan baru.

“Karena butuh makan, saya ikut calo yang buat isi (cari penumpang) angkot, sampai saya ke Kebayoran, Ciledug, Blok M. Karena butuh makan, belum punya kenalan. Ibaratnya, sering terjadi keributan waktu zaman itu,” ujar Hasan.

“Sebulan kemudian setelah tiba di Kalideres, baru sampai ke sini (Terminal Pasar Minggu). Pokoknya, selama satu bulan itu, saya terdampar di mana-mana, celana putih sudah jadi hitam, karena tidur di mana saja,” kata Hasan melanjutkan.

Usai satu bulan berada di Pasar Minggu, Hasan bertemu dengan salah satu kerabat satu kampung halaman.

Dari pertemuan tersebut, Hasan baru mengetahui bahwa temannya ini merupakan sopir angkot. Perbincangan dengan sesama perantau pun terjadi.

“Baru saya ikut, belajar, narik. Tapi, saya jadi kenek dulu. Sebenarnya itu enggak pakai kenek, tapi saya disuruh kenek dulu sewaktu angkot masih jaya-jayanya,” tutur eks narapidana kasus pencurian tersebut.

“Setoran masih murah, Rp 70.000 satu hari. Pendapatan Rp 20.000 sudah bagus, Rp 50.000 lebih bagus lagi. Nah, waktu zaman Soeharto (Presiden kedua RI), uang Rp 50.000 buat makan satu minggu belum juga habis. Ya makan dulu berapa? Dulu cuma Rp 1.500,” imbuh dia.

Hingga tahun 1994, ia baru diperbolehkan menjadi sopir angkot M16 jurusan Pasar Minggu-Kampung Melayu, sampai detik ini.

Saat ditanya kenapa ia tidak mencari pekerjaan lain, ia mengaku ijazah terakhirnya adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP).

“Karena enggak dapat pekerjaan lain, ya kita enggak ada pendidikan, pendidikan cuman SMP. Kata orang dulu, paling bagus wiraswasta. Daripada PNS, lebih bagus sopir angkot,” kata Hasan.

“Dulu, kalau enggak salah, gaji PNS itu Rp 60.000 per bulan, kalau enggak salah. Jadi, masih kalah sama kita. Kalau zaman dulu sampai zaman SBY (Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono), itu masih enak sopir angkot. Waktu zaman SBY, kami narik masih mengantongi bisa Rp 100.000 per hari,” lanjut dia.

Kendati demikian, keadaan sudah berubah. Hasan bersama teman-temanya harus bersaing dengan transportasi umum lain.

“Angkot ini ya, ya benar-benar menurun. Kita punya keluarga, istri bantuin juga. (Kalau enggak bantu), entar kita malah diusir orang (pemilik) kontrakan,” ucap dia.

Hanya saja, dia tetap bersyukur kepada Sang Pencipta. Hasan juga tidak menyangka bisa bertahan dengan kerasnya Ibu Kota.

https://megapolitan.kompas.com/read/2024/03/20/17563231/cerita-sopir-angkot-di-jakarta-merantau-dari-bukittinggi-di-usia-19-tahun

Terkini Lainnya

Keluarga Taruna yang Tewas Dianiaya Senior Minta STIP Ditutup

Keluarga Taruna yang Tewas Dianiaya Senior Minta STIP Ditutup

Megapolitan
UU DKJ Amanatkan 5 Persen APBD untuk Kelurahan, Heru Budi Singgung Penanganan TBC

UU DKJ Amanatkan 5 Persen APBD untuk Kelurahan, Heru Budi Singgung Penanganan TBC

Megapolitan
Pria 50 Tahun Diiming-imingi Rp 1,8 Juta untuk Edarkan Narkoba di Jaksel

Pria 50 Tahun Diiming-imingi Rp 1,8 Juta untuk Edarkan Narkoba di Jaksel

Megapolitan
Polisi Temukan 488 Gram Sabu Saat Gerebek Rumah Kos di Jaksel

Polisi Temukan 488 Gram Sabu Saat Gerebek Rumah Kos di Jaksel

Megapolitan
KPU: Mantan Gubernur Tak Bisa Maju Jadi Cawagub di Daerah yang Sama pada Pilkada 2024

KPU: Mantan Gubernur Tak Bisa Maju Jadi Cawagub di Daerah yang Sama pada Pilkada 2024

Megapolitan
Heru Budi Sebut Pemprov DKI Bakal Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket yang Ditertibkan

Heru Budi Sebut Pemprov DKI Bakal Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket yang Ditertibkan

Megapolitan
Heru Budi Sebut Pemprov DKI Jakarta Mulai Tertibkan Jukir Liar Minimarket

Heru Budi Sebut Pemprov DKI Jakarta Mulai Tertibkan Jukir Liar Minimarket

Megapolitan
Rute KA Tegal Bahari, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Tegal Bahari, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
20 Pelajar SMA Diamankan Polisi akibat Tawuran di Bangbarung Bogor

20 Pelajar SMA Diamankan Polisi akibat Tawuran di Bangbarung Bogor

Megapolitan
Jakarta Utara Macet Total sejak Subuh Buntut Trailer Terbalik di Clincing

Jakarta Utara Macet Total sejak Subuh Buntut Trailer Terbalik di Clincing

Megapolitan
Polisi Periksa 36 Saksi Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Periksa 36 Saksi Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Ngerinya Kekerasan Berlatar Arogansi Senioritas di STIP, Tradisi yang Tak Benar-benar Hilang

Ngerinya Kekerasan Berlatar Arogansi Senioritas di STIP, Tradisi yang Tak Benar-benar Hilang

Megapolitan
Hanya Raih 4 Kursi DPRD, PKB Kota Bogor Buka Pintu Koalisi

Hanya Raih 4 Kursi DPRD, PKB Kota Bogor Buka Pintu Koalisi

Megapolitan
Ahmed Zaki Bertemu Heru Budi, Silaturahmi Lebaran Sambil Diskusi Daerah Khusus Jakarta

Ahmed Zaki Bertemu Heru Budi, Silaturahmi Lebaran Sambil Diskusi Daerah Khusus Jakarta

Megapolitan
Toyota Fortuner Picu Kecelakaan Tol MBZ, Ternyata Mobil Dinas Polda Jabar...

Toyota Fortuner Picu Kecelakaan Tol MBZ, Ternyata Mobil Dinas Polda Jabar...

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke