“Wah, kalau kerugian itu, satu mobil saja, misal (buang pepaya satu) mobil kecil, losbak, yang kecil itu, itu lebih dari Rp 7 juta,” ungkap pedagang bernama Romo (49) saat ditemui Kompas.com, Rabu (24/4/2024).
Kata Romo, satu mobil kecil saja bisa memuat pepaya tiga ton lima kuintal.
Kerugian lain adalah saat pedagang menurunkan harga pepaya per kilogram karena khawatir tidak laku.
“Harga memang lagi benar-benar jatuh. Kalau lagi normal, bisa sampai Rp 7.000 atau Rp 8.000. Kalau sekarang penjualannya bisa sampai Rp 3.000,” kata Romo.
Pedagang pepaya lain di Pasar Induk Kramatjati bernama Ady (35) mengungkapkan, kebanyakan pedagang pasar turunan yang menjadi pelanggannya belum pulang dari kampung ke tanah perantauan.
“Yang belanja belum pada balik ke Jakarta,” kata Ady dalam kesempatan berbeda.
Dengan begitu, tidak sedikit pedagang di Pasar Induk Kramatjati terpaksa membuang dagangannya kurang laku beberapa waktu terakhir ini.
Jumlah yang mereka buang pun tidak main-main, bisa mencapai satu ton lebih.
“Iyalah (lebih dari satu ton). Satu mobil (truk) itu 8 ton (pepaya). Paling, yang terjual itu 5 ton atau 4 ton, sisanya dibuang,” ungkap Ady.
Oleh karena itu, pedagang pepaya pun terpaksa menombok setiap harinya.
“Ya itu, tombok terus, mau enggak mau. Kalau kerugian itu, satu mobil saja, misal mobil kecil, losbak, yang kecil itu, itu lebih dari Rp 7 juta,” ungkap Romo.
Terlepas dari alasan banyak pembeli yang belum balik ke tanah perantauan, menurut Romo, panen raya juga menjadi salah satu faktor.
“Memang benar, dibuang-buangin. Ya pertama keadaan lagi banyak, cuaca. Di sana pas lagi panen raya, dipetaninya. Di sini sepi,” pungkas Romo.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/04/24/12041721/buang-pepaya-karena-sepi-pembeli-pedagang-di-pasar-induk-kramatjati-rugi