Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keteguhan Bunda Dampingi Dewa: 'Ibu, Aku Bisa Hidup Karena Cinta' (1)

Kompas.com - 20/10/2008, 18:50 WIB

Berangsur kesehatanku membaik. Dewa pun tampak tumbuh seperti bayi-bayi lainnya, atau mungkin aku yang enggak paham perkembangan bayi. Aku memang tak punya patokan pasti, bagaimana bayi tumbuh. Dewa merupakan cucu pertama dalam keluargaku. Ibu juga sudah meninggal, sedangkan ibu mertua seorang bussiness woman yang sibuk.

Namun, ketika Dewa berusia 3-4 bulan, aku mulai curiga. Dewa punya sepupu yang usianya beda tujuh hari, namun perkembangannya jauh berbeda. Hal-hal kecil, memang. Misalnya saja, Dewa belum bisa angkat kepala atau berguling seperti sepupunya.

Terkadang, sekian detik Dewa kejang, setelah itu biasa lagi. Keanehan lain, saat digendong Dewa seperti melawan, sehingga susah sekali. Bayi lain, kan, tubuhnya mengikuti. Sampai akhirnya mertua bilang, "Coba, deh, diperiksain ke dokter."

Ketika Dewa berusia lima bulan, kubawa ke dokter saraf anak. Lewat sejumlah pemeriksaan, termasuk scan kepala, dokter mendiagnosis Dewa menderita CP tipe Quadriplegia, karena memang kedua tangan dan kaki Dewa tidak bisa bergerak. Kalau didiamkan di lantai, misalnya, Dewa memang tidak bisa bergeser dari tempatnya.

Sejujurnya, aku sempat frustrasi dan bingung sekali. Apalagi sempat kudengar kabar, otak Dewa tidak berkembang. Mungkinkah ini disebabkan aku terlalu stres ketika melahirkan Dewa? Apalagi, waktu itu, Dewa sempat berhenti napas sekian detik saat diadzani. Mungkinkah karena kurang oksigen, pembuluh darah di otak menjadi pecah?

Tapi, seperti sudah kukatakan, aku tak hendak menoleh ke belakang. Mending aku mikir untuk masa depan Dewa. Apa pun kondisinya, aku akan memberikan yang terbaik untuk anakku. Agar lebih konsentrasi menjaga Dewa, kutinggalkan pekerjaan di perusahaan pialang.

Orang Tua Guru Terbaik

Mulailah Dewa menjalani fisioterapi. Tak hanya itu, aku juga mencoba pengobatan alternatif ke shinse. Oleh shinse, kepala Dewa seperti dialiri energi. Setelah itu, Dewa mengeluarkan keringat cukup banyak. Yang melegakan, shinse berkata, "Otak Dewa berkembang, kok, meski memang ada keterlambatan." Informasi ini tentu cukup membahagiakan. Apalagi, ketika kembali kuperiksakan, dokter juga mengatakan hal sama.

Demi kesembuhan Dewa, aku makin giat mencari informasi tentang CP. Baik lewat buku maupun browsing di internet. Kucari informasi tempat terapi CP yang baik. Dari semua informasi yang kudapat, rata-rata hanya fisioterapi yang melatih fisik. Lalu bagaimana dengan intelegensia, kemampuan bicara, dan perilakunya? Akhirnya kuperoleh info, di Indonesia ada tempat yang bagus, di kawasan Lebak Bulus. Di sana cukup integrated. Kubawa Dewa ke sana. Aku pun jadi kian paham tentang CP. Salah satu yang penting, aku mesti melatih intelegensia Dewa.

Kubacakan cerita apa saja untuk Dewa. Termasuk membacakan buku Kahlil Gibran dan William Shakespeare. Kulatih dia memahami benda, misalnya lewat gambar. Kuperkenalkan nama buah dan hewan. Yang menggembirakan, mesti tidak sanggup jelas bersuara, Dewa bisa meniru kata meski hanya ujungnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com