Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Tolak Kenaikan Tarif Tol...

Kompas.com - 20/08/2009, 08:34 WIB

KOMPAS.com — Hingga akhir tahun ini, baru akan dibangun 641 kilometer jalan tol dari rencana 1.600 kilometer. Tol Trans-Jawa juga gagal diwujudkan tahun 2009/2010 sebab lahan belum bebas sehingga konstruksi belum berdiri. Salah satu cara ”menyelamatkan” industri tol adalah pemerintah harus segera menaikkan tarif tol.

Menurut Undang-Undang Jalan Nomor 38 Tahun 2004, ”... penyesuaian tarif tol tiap dua tahun ... didasarkan tarif lama, yang disesuaikan dengan kenaikan tingkat inflasi....”

Inflasi sebagai dasar penyesuaian tarif adalah inflasi per daerah, jangan heran bila kenaikan tarif tol di Surabaya beda dengan di Medan. Jadi, munculnya persentase kenaikan 15 persen pun hanya perkiraan inflasi September 2007-Agustus 2009.

Bahasa UU ”menunjukkan” tarif tak naik. Hanya disesuaikan! Rasionya, biaya pemeliharaan, kendaraan operasional-patroli, gaji pegawai, hingga harga aspal telah naik.

Tanpa kenaikan tarif, dana pemeliharaan berkurang sebab pemasukan dari pengguna tetap. Oleh karena itu, saat tarif tak naik, operator sulit menjaga ”kemulusan” jalan tol, apalagi menambah jaringan tol.

Benarkah tarif naik akhir Agustus 2009? ”Tarif pasti naik sebab amanat UU. Bila tidak (naik), saya salah,” kata Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto di Jakarta, Minggu (16/8).

Direktur Utama PT Jasa Marga Tbk Frans S Sunito berharap, kenaikan tarif paling lambat awal September 2009. Jasa Marga punya kepentingan sebab tarif 11 ruas tol dari 13 ruas tolnya naik.

Standar minimum

Faktanya, pembangunan tol belum menggembirakan. Masih ada investor yang seret dana, ada spekulan tanah, lambannya pembebasan lahan, hingga tak terkoneksinya jaringan antartol sehingga operator tol merugi.

Dari sederetan masalah itu, janji pemerintah yang mudah dipenuhi hanyalah: kenaikan tarif jalan tol tepat waktu.

Apa efek bila tarif tak naik? Jalan tol rusak karena dana pemeliharaan minim, harga saham pun anjlok karena industri tol kehilangan kepercayaan investor dalam dan luar negeri. ”Saham Jasa Marga juga dipegang investor asing,” kata Sekretaris Perusahaan Jasa Marga Okke Merlina.

Ketika investor tol ramai-ramai hijrah, efek jangka panjang adalah tol tak terbangun sehingga daya saing ekonomi rontok. Mungkin harga apel Malang lebih mahal dari apel China karena tingginya ongkos transportasi akibat kondisi jalan buruk.

Demi keadilan, tentu kenaikan tarif mesti diimbangi pemenuhan standar pelayanan minimum (SPM). Ada pagar tol, permukaan jalan, jumlah maksimal lubang, serta peningkatan kecepatan transaksi rata-rata.

Akan tetapi, hendaknya pemenuhan SPM dikaji. Mengapa SPM tak dipenuhi? Apa karena operator rugi akibat tarif tak naik pada era 1990-an? Atau, rugi sebab ada jalur arteri paralel dengan tol?

Bila penghambat pemenuhan SPM karena dana yang seret, pemerintah harus membantu operator dengan menaikkan tarif tol. Apalagi, kenaikan ini diatur UU. Namun, bila ada kesengajaan untuk tak memenuhi SPM, perlu vonis denda setinggi mungkin bagi operator.

Penolakan tarif

Penolakan kenaikan tarif tol tampaknya segera mengemuka. Umumnya penolakan didominasi pengguna tol dari kalangan menengah-atas. Masalahnya, menolak kenaikan tarif tol ibarat ”menjaring angin”, buang- buang waktu dan tenaga karena semuanya sudah diatur oleh UU.

Di sinilah kita harus belajar untuk beranjak maju. Harus fokus. Bila tak puas dengan mekanisme kenaikan tarif tol, datang saja ke DPR. Lobi dan mendesak mereka untuk mengubah pasal-pasal UU terkait mekanisme kenaikan tarif.

Intinya, tiada guna meributkan kenaikan tarif tol. ”Teriakan-teriakan” protes itu nantinya hanya sekadar menjadi konsumsi media massa....
(HARYO DAMARDONO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com