Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Parodi: "Nyelak"

Kompas.com - 11/10/2009, 07:11 WIB

Meminjam komentar seorang teman, hidup itu cuma sekali, jadi harus dinikmati. Saya memaksa diri setuju, padahal komentar itu keluar dari mulut yang ginjalnya walafiat, yang tak pernah mengenyam rasa hidup dan mati di ruang operasi, sementara ginjal saya sudah awut-awutan.

Yaa… saya tetap menyetujui pendapat itu. Namanya juga manusia dan ada istilah manusiawi yang diciptakan manusia untuk mengesahkan yang tidak sah itu. Sama seperti kalimat nobody is perfect yang diciptakan manusia untuk mengamini pembenaran dari kesalahan.

Padahal, manusia itu sendiri yang juga menciptakan kata perfeksionis, atau seorang desainer yang mengatakan kepada saya kalau ia bekerja semuanya harus sempurna. Jadi, saya semakin bingung bagaimana bisa membuat yang sempurna dari manusia yang tidak sempurna. Ono-ono wae.

Maka, saya melangkah ke meja dengan tulisan besar ”bebek panggang”. Makanan yang diharamkan untuk jenis golongan darah saya, tetapi nikmat buat lidah. Yaa… saya juga heran mengapa yang nikmat-nikmat itu umumnya selalu menyerempet yang haram-haram.

Tiba di area bebek panggang itu, antrean juga tak kalah panjangnya seperti tembok China. Yaa… namanya juga sudah kebelet dengan yang haram, saya mengantre dengan sabar dan perut keroncongan serta air liur mengalir makin deras.

Sekitar 10 menit mengantre, tiba-tiba seorang wanita berbaju merah berdiri di samping saya di luar jalur yang semestinya. Semua orang tertib mengantre, ia dengan tenang berdiri di samping dan bergerak maju bersama saya.

Kali ini, saya tak mau mengalah, jadi saya menghalanginya dengan memasang badan kerempeng ini. Ternyata berhasil. Saya puas, setelah diselak, giliran saya menyelak dan makan bebek panggang.

Sambil makan bebek, saya berpikir, mengapa orang mau menyelak? Mengapa susah mengantre? Mengapa kok enggak bisa berpikir kalau saya yang diselak, mau enggak? Senang enggak? Mengapa kok sengaja membuat orang lain marah dan menjadi kesal?

Dan mengapa dilakukan di sebuah acara yang harusnya membahagiakan, bukan membuat orang kesal. Tentu saya tak bisa menjawab. Lha wong… di tengah saya berpikir mulut dan gigi saya bergerak mengunyah daging bebek yang alot-alot enak itu.

Selak 3

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com