Kalau saya, orientasinya diri sendiri, bukan consumer driven. Itu mengapa, saya jarang menyediakan waktu untuk orang lain, untuk memberi mereka sesi curhat. Saya tak siap di-complain. Yaa... kalau cara kritiknya halus. Bagaimana kalau nyelekit? Karena itu, saya sering menggunakan anak buah sebagai tameng. Cukup menyodorkan humas.
Pimpinan tertinggi hotel itu mengatakan kepada saya, ”Harga di tempat ini bukan hanya termasuk kamar dan makan pagi saja, tetapi termasuk bertemu dengan kami yang siap melayani.”
Saya berpikir, kalau para jenderalnya saja bisa turba, bukankah sebagai konsumen saya ada di tangan yang aman dan diperlakukan istimewa? Mungkin inilah yang membedakan hotel ini dari hotel lain, sebuah unique selling proposition yang datang dari hal-hal sederhana yang mungkin sudah banyak dilupakan orang.
Petinggi ”Of The Year”
Di tempat penginapan ini surat selamat datang di dalam kamar ditulis dengan goresan tangan pemimpinnya, bukan dicetak biasa dan hanya ditandatangani. Saya tak tahu apakah ia melakukan untuk semua tamunya, tetapi paling tidak, surat dengan sentuhan yang ”personal” itu melahirkan sejuta perasaan yang menyinggung saya.
Saya malas repot-repot menulis kartu ucapan ulang tahun dan sebagainya. SMS saja, selesai semua. Seharusnya, kejutan kecil macam itu bisa jadi membuat orang merasa istimewa. Bagaimana tidak? Menulis dengan goresan tangan memerlukan waktu dan usaha.
Saya sudah lama, lama sekali, tak pernah berpikir membuat orang lain merasa istimewa. Itu mengapa saat lift terbuka, saya main langsung masuk saja. Mau yang di dalam susah keluar, itu urusan mereka. Semua itu karena saya tak mau berdiri di sisi orang lain. Maka, melayani menjadi kerepotan.
Waktu saya di dalam lift bersama beberapa petinggi hotel berbintang lima itu, tiba-tiba sang pemimpin mengeluarkan dompet tipis berwarna gelap dari kantong jas yang ternyata tempat lap pembersih. Dia langsung menyeka bekas tangan yang tampak di pegangan besi di dalam lift.
Sambil masih membersihkan, ia menjelaskan semua atasan dibekali dompet tipis itu, sehingga kapan pun dan di mana pun mereka yang dipredikatkan bos dalam setelan jas, juga siap membersihkan.
Melihat kejadian itu, terbersit ide, bagaimana kalau mulai besok, siapa pun Anda yang dikategorikan petinggi, menyediakan dompet tipis berisi lap di kantong jas atau celana. Kalau Anda yang di tempat tinggi mau melakukan pekerjaan semacam itu, bawahan Anda pasti akan mengagumi dan meniru perbuatan mulia itu. Jadi, pemimpin yang bukan no action talk only.
Maka, yang disebut petinggi yang dihormati adalah kalau ia bisa berperilaku seperti bawahan. Menjadi warga biasa, bukan warga luar biasa. Petinggi yang bisa memberi kejutan, dan membuat orang lain merasa istimewa. Mungkin kalau ada penghargaan, misalnya, Petinggi of The Year, maka salah satu penilaiannya adalah petinggi yang membawa lap ke mana-mana.
Nurani saya cekikan terus bersuara begini, ”Eh, Mas, jangan cumanya bisa nyaranin orang lain bawa lap. Sampean juga.” Saya balas suara dari dalam itu. ”Maaf ya… akyu bukan petinggi.”