Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi, Berpihaklah kepada Korban

Kompas.com - 05/12/2011, 06:35 WIB
Windoro Adi

Penulis

"Daripada BMW ditahan sebagai barang bukti, lebih baik saya telan sendiri pengalaman pahit ini. Kalau saya kehilangan mobil, maka saya akan kehilangan banyak peluang bisnis bagus," tutur CK.

Kala itu, mobil BMW ia parkir di sentra perdagangan telepon genggam di kawasan Roxy, Jakarta Barat (Jakbar). Areal parkir dijaga beberapa petugas keamanan. CK hanya meninggalkan kendaraan seperempat jam. Namun saat kembali, ia melihat kaca mobil pecah. Puluhan telepon genggam, yang ada di mobil, hilang.     

Di waktu lain, terjadi tabrakan beruntun di Jalan Tol Cikampek, Jawa Barat. Tabrakan terjadi setelah bak truk peti kemas terpelintir menyapu lima sedan di depan. Seusai kejadian, polisi bukan hanya menahan truk peti kemas, melainkan juga kelima mobil sedan yang menjadi korban.      

Berikutnya, gudang seorang pedagang beras di Pasar Induk Cipinang, Jaktim, dibobol maling. Seluruh uang dalam brankas besar, senilai ratusan juta rupiah, lenyap. Meski demikian, korban memilih tidak melapor polisi, sebab, "Kalau gudang saya dipasangi garis polisi, kami tidak bisa bekerja. Buat melepas garis polisi pun harus bayar," tutur juragan beras itu.

Apa yang disampaikan pedagang itu bukan isapan jempol. Seorang pengusaha restoran di kawasan Kedoya, Jakarta Barat, mengaku menyerahkan uang puluhan juta rupiah agar garis polisi yang dipasang di sekeliling restorannya, yang terbakar, bisa dilepas. "Selama garis polisi terpasang, saya tidak bisa membangun kembali dan membuka restoran saya," katanya, saat mengadu.  

Diskresi     

Dalam tiga kasus pertama seperti yang dipaparkan, polisi tidak membedakan antara barang hasil kejahatan, barang sebagai alat kejahatan, dan barang milik korban kejahatan atau kelalaian orang lain. Akibatnya, korban kejahatan, atau korban kelalaian orang lain, memilih tidak berurusan dengan polisi karena dirugikan.      

Polisi memang tidak melanggar hukum. Namun, polisi tidak memihak korban, bahkan merugikan korban, dan kadang berakhir dengan praktik suap seperti pada dua kasus garis polisi tadi. Padahal, ada mekanisme lain agar polisi memihak korban dan tidak melanggar hukum, yaitu lewat mekanisme diskresi seperti disebut pada Pasal 18 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.     

Dalam pasal ini disebutkan, demi kepentingan umum, polisi dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Pelaksanaan dilakukan dengan memerhatikan peraturan perundangan, serta kode etik. Dengan diskresi, polisi tidak perlu menahan barang milik korban kejahatan atau kelalaian orang lain.     

Sebagai gantinya, korban cukup menyerahkan potret barang dari segala sisi sesuai kebutuhan polisi, atau menyerahkan rekaman seperti dilakukan Har, dan membuat pernyataan tertulis yang dibutuhkan penyidik.     

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com