JAKARTA, KOMPAS.com - Terulangnya pemerkosaan terhadap perempuan di dalam angkutan umum atau angkot menunjukkan tidak adanya kebijakan dari kepolisian untuk melindungi perempuan dari kejahatan seksual. Padahal, kejadian serupa sudah berkali-kali terjadi.
"Kekerasan berulang dengan pola dan tempat yang sama menunjukkan pelaku masih mendapat kesempatan. Tak terlihat kebijakan kepolisian untuk tidak memberi kesempatan pelaku atau membuat efek jera," kata Ketua Komisi Nasional Perempuan Yuniyanti Chuzaifah kepada Kompas.com, Minggu (22/1/2012).
Setelah sempat mereda beberapa saat, pemerkosaan di dalam angkot kembali menghantui wilayah Jakarat dan sekitarnya. Jumat (20/1/2012) lalu, seorang mahasiswa kebidanan, JM (18), dipaksa melayani nafsu lima pria tak dikenal, termasuk sopir angkot. Kejadian itu berlangsung tatkala JM menumpang angkutan umum C01 jurusan Ciledug-Kebayoran Baru.
Yuniyanti mengatakan, pemerkosaan di dalam angkot merupakan bentuk pencabutan rasa aman perempuan di ruang publik. Padahal, banyak perempuan yang bergantung pada angkot dalam aktivitas sehari-hari.
"Korban sebelumnya adalah perempuan yang bergantung pada transportasi, seperti mahasiswa, perempuan single parent. Ini harus jadi perhatian serius. Komnas Perempuan pertanyakan komitmen negara tangani kekerasan terhadap perempuan," kata dia.
Kepolisian, tambah Yuniyanti, harus lebih serius menangani masalah pemerkosaan di angkot lantaran pelakunya kolektif. Polisi harus lebih banyak berpatroli di jalan di malam hari. Pencegahan sama pentingnya dengan pengungkapan kasus pemerkosaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.