Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Desa Tak Memberikan Pilihan...

Kompas.com - 27/08/2012, 15:07 WIB

Sambil celingak-celinguk, Satibi sibuk menelepon. ”Kamana wae, teu diangkat-angkat. Urang di dekeut panto asup. Burua jemput (Ke mana saja? Tidak diangkat-angkat. Saya dekat pintu masuk. Cepat jemput),” kata Satibi.

Setengah jam setelah menelepon, temannya benar-benar tak datang, Satibi akhirnya menyusulnya. ”Mau ke Duren Sawit,” ujarnya.

Selama ini, pekerjaannya sebagai pemetik teh di kampung membuat keluarganya sulit ”bernapas”. Sebulan, ia hanya mampu membawa pulang sekitar Rp 500.000. Dengan dua anak, uang itu habis untuk keperluan sehari-hari tanpa bisa menabung.

”Kata teman ada lowongan. Kalau upahnya cocok saya mau kerja apa saja,” tambahnya.

Bukan hanya Jakarta, kota-kota besar lainnya juga menjadi sasaran pendatang. Salah satunya Samsudin (30), warga Cirebon, Jawa Barat, yang akan mengadu nasib ke Medan, Sumatera Utara.

Empat hari setelah Lebaran, ia bersama dua rekannya langsung meninggalkan kampung halaman. ”Mau bekerja di pencucian mobil di Medan,” kata Samsudin di Terminal Pulogadung, Jakarta Timur.

Kesejahteraan diperbaiki

Susi, Roniah, Satibi, dan Samsuddin hanya empat dari 50.000 pendatang baru, yang diperkirakan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta, bakal tiba pasca-Lebaran.

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta Purba Hutapea mengaku tak bisa melarang kedatangan siapa pun ke Jakarta. Namun, bila tanpa identitas jelas, mereka akan jadi masalah.

Untuk sementara, operasi yustisi belum akan dilakukan. Namun, menurut dia, arus pendatang tak bisa dihentikan jika pemerataan kesejahteraan daerah tidak diperbaiki. Artinya, kehidupan desa diperbaiki.

”Selama daerah urban tak dijamin kesejahteraannya, kemungkinan besar urbanisasi penduduk tanpa keahlian akan terus terjadi dan semakin besar,” ujarnya.

Memang, saat desa belum mampu memberikan pilihan bagi warganya berusaha mengejar kesejahteraan ekonominya, jangan harap warga tak menyerbu Jakarta. (EKI/ENG/CHE/ADH)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com