Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sumpah Pemuda di Sekolah Kita

Kompas.com - 27/10/2012, 02:19 WIB

Sekolah-sekolah homogen dalam status sosial-ekonomi, etnis, atau agama perlu dengan kesadaran penuh menciptakan berbagai kesempatan itu. Beberapa sekolah mewujudkannya melalui kegiatan kesenian dan olahraga. Sekolah lain memiliki program tinggal bersama (live in) berbagai kelompok masyarakat.

Sejumlah LSM mengupayakan ajang berbagi bersama guru seperti dilakukan oleh Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia, Rahima dan Association for Critical Thinking, Paras Foundation, Persekutuan Sahabat Gloria, Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah, ataupun Lembaga Bantuan Hukum Jakarta bekerja sama dengan Yayasan Cahaya Guru melalui Komunitas Guru, Kebangsaan dan Keberagaman.

Memahami keberagaman

Ada banyak keberagaman di sekolah. Perbedaan latar belakang sosial, ekonomi, agama, budaya, intelektual, mental, dan fisik hanya sebagian di antaranya. Akan tetapi, apakah siswa sudah mendapatkan perspektif keberagaman sebagai bagian dari kebangsaan mereka? Sudahkah sekolah menyuburkan keberagaman sebagai kekayaan bangsa?

Sebenarnya sekolah negeri bisa diandalkan sebagai tempat pendidikan heterogenitas yang tak terbatas. Namun, kenyataannya saat ini justru sekolah negeri cenderung meninggalkan semangat Sumpah Pemuda.

Di beberapa sekolah negeri muncul keharusan menggunakan jilbab dan baju koko pada hari Jumat. Doa saat upacara pun dalam bahasa Arab. Akibatnya, makin sedikit siswa non-Muslim masuk ke sekolah negeri.

Pemerintah justru tidak mengajarkan keberagaman karena tidak mengakomodasi siswa atau guru dengan berbagai latar berbeda untuk berperan di sekolah. Mata kita akan segera menangkap makin berkurangnya warna-warni pemangku kepentingan melalui pemilihan seragam, upacara bendera, kesempatan berdoa, kesempatan menjadi ketua kelas, dan berbagai kesempatan lain. Sekolah negeri tidak lagi merengkuh seluruh anak bangsa untuk belajar di lingkungan ini.

Kompetensi ”pengembangan budaya” ternyata hanya selintas dalam Dimensi Kepribadian Kepala Sekolah yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan serta diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13/2007 tentang Standar Kepala Sekolah. Tidak ada tuntutan untuk memiliki perspektif keberagaman dalam menjalankan tugas sehari-hari.

Maka, harapan bahwa kegiatan di sekolah mencerminkan kebinekaan kita dan semangat bersatu dalam satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa hanya terletak di tangan guru. Inikah sekolah Indonesia kita?

Henny Supolo Sitepu Ketua Yayasan Cahaya Guru

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com