Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Masih Ragu Soal MRT

Kompas.com - 30/11/2012, 05:58 WIB

jakarta, kompas - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo masih meragukan proyek mass rapid transit. Ia belum puas dengan penjelasan tentang pengembalian investasi, rute, subsidi tarif, proyeksi penumpang, dan masalah nonteknis.

”Saya akan panggil Direktur Utama PT MRT. Saya akan suruh jelaskan apa yang masih menjadi keraguan saya,” tutur Gubernur Jokowi di Balaikota Jakarta, Kamis (29/11).

Rapat pembahasan mass rapid transit (MRT) setelah Jokowi menjadi Gubernur DKI, pertama kali digelar 22 Oktober di Balaikota. Pembahasan kedua digelar 30 Oktober. Kemudian rapat ketiga digelar pada 28 November 2012 di Balaikota DKI. Pada rapat terakhir, Jokowi meninggalkan rapat ketika pertemuan masih berlangsung.

”Soal tarif, misalnya, jika tarifnya Rp 15.000 per orang, subsidinya berapa. Berapa tahun bisa seperti itu. Saya perlu menanyakan kepada Direksi PT MRT sebab investasinya besar, triliunan rupiah,” tuturnya menjelaskan.

Namun, Jokowi menegaskan, dalam waktu dekat, dia akan mengambil keputusan mengenai kelanjutan proyek MRT. ”Setiap kerja ada target, pasti ada. Lebih cepat lebih baik,” katanya.

Menurut Jokowi, proyek MRT di Jakarta merupakan hal yang baru diketahuinya. Karena itu, perlu sosialisasi yang cukup kepada seluruh warga. ”Saya berharap kebijakan ini tidak top down (dari atas ke bawah). Masyarakat bawah harus diberi pengertian,” katanya.

DPRD yakin

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, yang juga Ketua Panitia Khusus Pembentukan PT MRT, Inggard Joshua berpendapat, kajian tentang MRT sudah lama sehingga secara teknis sebenarnya tidak ada masalah.

”Kajian tentang pinjaman, tight loan atau untight loan, itu domain pemerintah pusat. Jangan dibebankan kepada PT MRT. Kalau dimentahkan lagi saya rasa tidak tepat, apalagi diadu langsung dengan warga. Yang penting, jangan sampai ada penggelembungan dan proyek dapat dipertanggungjawabkan,” katanya.

Keberatan-keberatan warga tentang proyek MRT, lanjut Inggard, bisa dicari solusinya bersama-sama.

”Ada teknologi meredam suara jika bising. Ada juga kompensasi jika ada yang dirugikan. Terlebih kemarin suara masyarakat yang pro pada pembangunan MRT tidak ditampilkan, hanya yang kontra. Tidak bisa seperti itu, harus adil,” ujarnya.

Menurut Inggard, semua cara harus ditempuh untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, dengan bus, monorel, termasuk MRT. Yang harus diperhatikan juga adalah pengembangan kawasan sekitar stasiun MRT agar bisa mendukung subsidi MRT.

Butuh pertimbangan

Ahli transportasi dari Institut Teknologi Bandung, Harun al-Rasyid Lubis, mengatakan memahami posisi Jokowi.

”Baru dilantik jadi gubernur, tiba-tiba harus memutuskan jadi tidaknya proyek besar. Tentu dia butuh banyak masukan dan pertimbangan. Saran saya, coba panggil dan dengarkan orang- orang di lingkaran Pemprov DKI yang terkait proyek terlebih dulu,” katanya.

Menurut Harun, konsolidasi di internal pemprov perlu dijadikan masukan utama sebelum dikawinkan dengan pendapat para ahli transportasi.

Untuk masalah besar seperti MRT, Jokowi diminta fokus dan mengalokasikan waktu tersendiri agar penyelesaian yang cepat dan tepat bisa diraih.

Soal ekonomi memang harus menjadi salah satu pertimbangan utama dalam memutuskan jadi atau tidaknya MRT.

”Saat ini, 70 persen biaya operasional dari angkutan massal berbasis rel di dunia berasal dari subsidi pemerintah dan itu besar sekali. Ini penting dipikirkan karena kebutuhan angkutan umum itu harus ada setiap hari, tidak bisa terhenti sewaktu-waktu hanya karena masalah tidak ada biaya atau pengelolaan yang kacau,” katanya.

Sebaliknya, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, berpendapat, MRT harus tetap berjalan. Sebab, kalau dibiarkan akan menjadi seperti proyek monorel yang terbengkalai.

Apalagi, lanjutnya, tak sedikit biaya yang telah dikeluarkan untuk pembebasan lahan di daerah Fatmawati untuk proyek MRT. ”Jangan sampai dana yang telah dikeluarkan untuk MRT ini menjadi mubazir,” ucapnya.

Menurut Yayat, yang dihadapi Jokowi saat ini sama halnya dengan yang dihadapi Fauzi Bowo saat menangani monorel. Ketika mengetahui ada perhitungan kelayakan investasi yang tak memberikan keuntungan, Fauzi Bowo pun menghentikan proyek itu.

Menurut Yayat, Jokowi memang akan menghadapi pilihan pahit dalam proyek MRT. Tak sedikit warga Fatmawati yang protes adalah pendukungnya saat mencalonkan diri jadi gubernur.

Sebagai wirausaha, Jokowi juga pasti memiliki perhitungan ekonomi, apakah investasi MRT itu akan membebani APBD pada masa mendatang atau tidak.

(NEL/MDN/FRO/NDY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com