Hitung biaya
Namun, kegaduhan politik itu bagi kalangan pengusaha akan sangat memengaruhi jalannya usaha mereka. Untuk itu, menjelang Pemilu 2014, pengusaha pun mengantisipasi biaya-biaya yang mungkin muncul. Sejumlah alternatif disiapkan untuk menekan biaya-biaya itu, termasuk mencari alternatif pemasukan baru yang menjaga keberlanjutan usaha mereka.
”Beberapa hasil riset global mengatakan perekonomian kita akan terus naik. Garis pertumbuhan itu tidak akan lurus, tetapi seperti detak jantung, akan naik turun. Kami tentu saja melakukan antisipasi dalam jangka pendek terkait biaya,” kata Direktur Utama Trimegah Securities Omar S Anwar, Kamis.
Omar mengatakan, kalangan pelaku dunia usaha saat ini menyadari bahwa secara makro, apa yang terjadi di Indonesia adalah bagian dari proses pendewasaan kehidupan politik, khususnya demokrasi. Pasang surut pasti terjadi. ”Antisipasi itu bagian dari ikut berproses di pasang-surut itu. Itu tidak mudah. Karena itu, kami pun berpikir mencari sumber pendapatan baru,” katanya.
Omar berharap, dalam proses mencari titik temu antara pelaku dunia usaha, kaum pekerja, dan sekaligus pemerintah, terjalin proses dialog yang intens dan terbuka. Pengambil kebijakan didorong selalu meminta masukan dari semua pihak. Harapannya, solusi saling menguntungkan dalam sebuah putusan bulat hasil kesepakatan bersama.
Menurut pengamat pasar modal Yanuar Rizky, pasar keuangan selalu mencari celah untuk melakukan pembalikan arah atas dana-dana jangka pendek yang masuk ke pasar negara berkembang. Karena mereka meyakini kontroversi (ketidakstabilan) politik ada sehingga isu dimanfaatkan untuk mengambil untung dari pasar keuangan. ”Ingat tahun 1992-1996, kondisi makro kita bagus, rating (peringkat) bagus, tetapi berbalik arah pada 1997 di pasar uang dan alasannya adalah politik,” kata Yanuar.
Hal itu terjadi karena hingga kini kondisi pasar keuangan kita dikendalikan asing dengan masuk ke pasar keuangan nasional dari dana likuiditas dollar AS. Dalam kondisi itu, di sisi lain perbankan dan pasar akan tergantung pada dana ini. ”Ketika politik bising, mereka mendapatkan ’legitimasi’ melakukan hal itu sehingga menjadi risiko sistem keuangan dan inflasi (daya beli masyarakat) dari sisi nilai tukar karena posisi konsumsi net importir kita,” kata Yanuar.
(ATO/BEN/WHY/IAM)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.