Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Program Rumah Bersubsidi Tak Juga Bikin "Happy"....

Kompas.com - 20/12/2012, 14:36 WIB

KOMPAS.com — Program kredit pemilikan rumah (KPR) skema fasilitas pembiayaan pembangunan perumahan (FLPP) yang disalurkan Kementerian Perumahan Rakyat atau Kemenpera belum mengalami kemajuan signifikan. Tahun ini, realisasi target penyaluran KPR FLPP masih jauh dari kata tercapai.

Tercatat, dari target 132.500 rumah tapak, yang baru terealisasi 44 persen atau sebanyak 59.107 unit. Sementara itu, target rumah susun dari 500 hanya terealisasi 5 unit atau 1 persen.

Sebelumnya, Kemenpera merasa optimistis, KPR dengan skema FLPP pada 2012 ini akan mencapai target 133.000 rumah. Nyatanya, hingga September lalu, capaian target tersebut masih jauh dari harapan, yaitu baru sekitar 22.000 rumah tapak.

Pada diskusi Pencapaian, Evaluasi, dan Proyeksi Kinerja Kementerian Perumahan Rakyat yang diselenggarakan Forum Wartawan Perumahan Rakyat di Puncak, Cianjur, Jawa Barat, Jumat (7/12/2012) lalu, Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera, Sri Hartoyo, mengungkapkan bahwa program FLPP masih menemui beberapa kendala sehingga menyebabkan menurunnya jumlah akad kredit KPR FLPP tahun ini.

"Uang muka masih terlalu besar, yaitu 10 persen. Biaya produksi juga naik seiring melambungnya harga-harga material bangunan, ditambah suplai untuk pasokan bagi hunian masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ini masih ringkih (kurang)," ujar Sri.

"Kendala lain yang utama adalah investor, yaitu bank pelaksana yang saat ini masih didominasi BTN. Partisipasi bank masih kecil," tambahnya.

Inkonsistensi kebijakan
Memang muncul harapan besar bahwa persoalan backlog atau angka kekurangan perumahan dapat diatasi dengan diluncurkannya program KPR FLPP ini oleh Kemenpera. Tercatat hingga 2012, backlog perumahan di Indonesia mencapai sekitar 13,6 juta rumah dan FLPP terbukti belum menjawab persoalan.

Namun, sejumlah pihak malah meragukan KPR FLPP bisa mengatasi persoalan perumahan nasional, terutama jika tidak dilandasi komitmen tinggi dari Kemenpera sebagai pemilik program ini. Hal terpenting menjadi sorotan adalah kritik pedas publik terhadap kinerja Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz yang dinilai inkonsisten dalam mengeluarkan kebijakan rumah bersubsidi ini.

Berdasarkan catatan Kompas.com, inkonsistensi Menpera Djan Faridz sangat nyata terlihat dari revisi target penyaluran rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Revisi pertama dilakukan Menpera pada awal Februari 2012, setelah sebelumnya program rumah subsidi mandek selama satu bulan. Ia merevisi target penyaluran rumah subsidi dengan FLPP dari 177.800 rumah menjadi 219.500 rumah.

Pada April 2012, Djan Faridz kembali merevisi target penyaluran menjadi 600.000 rumah. Komposisinya adalah 200.000 rumah untuk PNS, 200.000 rumah untuk karyawan swasta, 200.000 rumah untuk non-PNS dan non-karyawan swasta.

Revisi ketiga dilakukan Menpera pada Juni 2012, yakni dengan target 240.000 unit. Target baru ini terdiri dari 239.000 rumah sejahtera tapak dan 1.000 rumah sejahtera susun. Memasuki Juli 2012, rupanya revisi target rumah subsidi terjadi lagi menjadi 189.166 rumah.

Selain tidak konsisten karena kebijakannya sering berubah-ubah, kebijakan Menpera seolah hanya trial and error, yang dibuat secara coba-coba untuk dilihat seperti apa pelaksanaannya, kemudian dalam waktu dekat direvisi kembali.

Peraturan Kemenpera yang berubah-ubah ini bisa dilihat ketika Menpera Djan Faridz mengubah skema FLPP lewat Peraturan Menteri Perumahan (Permenpera) nomor 3 dan 4 tahun 2012, dengan kondisi tingkat suku bunga menjadi 7,25 persen dari sebelumnya 8,15 persen, harga rumah subsidi Rp 70 juta, jangka waktu pinjaman 15 tahun, bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) 1 persen, dan uang muka 10 persen dari harga rumah. Menurut ketentuan Permenpera ini, tercantum harga rumah Rp 70 juta untuk tipe minimal rumah 36 meter persegi.

Ketentuan itu sontak ditentang para pengembang, khususnya pembangun rumah subsidi. Hal tersebut karena harga rumah subsidi Rp 70 juta dipukul rata untuk seluruh Indonesia, serta ketetapan luasan tipe rumah 36 meter persegi tidak memiliki dasar yang tepat.

Akibatnya memang serius. Pembangunan rumah subisidi tersendat. Pengembang pun mengalami kesulitan membangun, dan berujung penyerapan KPR FLPP masih sedikit.

Saat itu, berdasarkan data Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan (BLU PPP), penyaluran rumah subsidi per akhir Juni 2012 baru terealisasi 12.825 unit dari target sebanyak 189.166 rumah.

Melihat sedikitnya penyaluran, Menpera mengeluarkan Permenpera Nomor 7 dan 8 Tahun 2012 sebagai perubahan Permenpera Nomor 3 dan 4 Tahun 2012 tentang Pengadaan Perumahan melalui Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera dengan Dukungan FLPP. Di sisi lain, aturan rumah tipe 36 pun akhirnya digugat para pengembang yang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI).

Mahkamah Konstitusi (MK), pada Rabu (3/10/2012) lalu, secara tegas membatalkan ketentuan Pasal 22 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang mengatur luas lantai rumah minimal 36 meter persegi. Akibatnya bisa ditebak, peraturan yang telah dibuat itu pun berubah lagi.

Pencitraan
Kegagalan mencapai target pada 2012 ini sepertinya tidak dijadikan evaluasi oleh Kemenpera. Akibatnya, sejumlah pihak meragukan kinerja Kemenpera, yang pada 2013 menargetkan bisa menyalurkan dana FLPP untuk 350.000 rumah dengan total anggaran Rp 2,7 triliun.

Keraguan itu muncul dari beragam aspek yang sebetulnya masih sama dengan kendala tahun ini, yaitu besaran uang muka, mahalnya biaya produksi seiring naiknya harga material bangunan, sedikitnya pasokan hunian untuk MBR, serta masih minimnya keterlibatan bank penyelenggara pembiayaan rumah bersubsidi ini.

"Kemungkinan untuk tahun depan (2013), kami memproyeksikan hanya sekitar 180.000 rumah," kata Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo pada awal Desember lalu.

Menurut Sri, jumlah tersebut realistis dengan upaya yang dikerjakan secara standar dan dengan memperhitungkan beragam faktor seperti aspek dinamika suplai dan permintaan di sektor perumahan. Ia mengakui, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2010-2014, maka pada 2013 ini Kemenpera harus dapat menyediakan pembiayaan perumahan hingga 350.000 unit untuk perumahan MBR. Itulah "utang" Kemenpera, yang bila sesuai RPJM adalah sebesar 350.000 rumah.

Menurut data RPJM, sasaran pembiayaan perumahan untuk MBR secara berturut-turut adalah 91.610 unit untuk 2010, sebanyak 109.592 unit untuk 2011, 133.000 unit untuk 2012, 350.000 unit untuk 2013, dan 665.798 unit untuk 2014. Dengan demikian, secara keseluruhan jumlah total sasaran pembiayaan perumahan MBR sesuai RPJM Nasional tahun 2010-2014 adalah sebesar 1.350.000 rumah.

Namun, di luar itu semua, hal lebih penting yang justru harus dievaluasi oleh Kemenpera adalah ketegasan menjalankan program ini. Sejumlah pihak meminta Kemenpera harus membuat statement yang bisa menegaskan bahwa skema KPR FLPP untuk MBR tidak lagi berubah-ubah atau "on" dan "off" secara tiba-tiba di tengah jalan. Target membangun 350.000 rumah dengan skema FLPP tersebut sulit tercapai tanpa kontrol dan konsistensi pelaksanaan kebijakannya.

Pernyataan Direktur Utama BTN Iqbal Latanro, misalnya. Dalam sebuah diskusi dengan wartawan, Iqbal mengatakan, kondisi ekonomi makro Indonesia saat ini memang sangat baik dan membuat semua pengembang tengah mengalami masa keemasan bisnisnya.

"Lalu, kenapa KPR FLPP tidak lancar? Ternyata, persoalan utamanya adalah keraguan pengembang bahwa program ini konsisten atau on-off lagi seperti yang sudah-sudah," kata Iqbal.

"Pengembang takut program ini tiba-tiba dihentikan lagi atau tidak. Untuk itu, pemerintah, dalam hal ini Kemenpera, harus membuat statement tidak akan ada lagi perubahan di tengah jalan. Intinya, ini mutlak soal trust," tambahnya.

Ketua APERSI Eddy Ganefo pun sependapat dengan Iqbal. Menurut dia, KPR skema FLPP sudah baik karena aturannya sudah bagus sebab selama ini terus dikritisi banyak pihak. Hanya, peran Kemenpera untuk memberikan perhatian masih dirasakan minim. Eddy merasa, pemerintah tidak merangkul pengembang rumah untuk MBR ini.

"Tahun depan targetnya 350.000 rumah dengan anggaran Rp 2,7 triliun. Buat saya itu aneh. Itu hitungannya dari mana? Saya kira, jangan sampai FLPP ini cuma menjadi pencitraan. Kemenpera harus duduk bersama lagi dengan kami pengembang dan perbankan," kata Eddy.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Situbondo: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Situbondo: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Jombang: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Jombang: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Sampang: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Sampang: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Trenggalek: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Trenggalek: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Sumenep: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Sumenep: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bondowoso: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bondowoso: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kota Kediri: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kota Kediri: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Tulungagung: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Tulungagung: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Gresik: Pilihan Hunian Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Gresik: Pilihan Hunian Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Kediri: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Kediri: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Probolinggo: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Probolinggo: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Seram Bagian Timur: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Seram Bagian Timur: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bangkalan: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bangkalan: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Magetan: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Magetan: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Pacitan: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Pacitan: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com