Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Mesin ATM

Kompas.com - 17/01/2013, 04:31 WIB

Keputusan Pemerintah Indonesia untuk memperkuat jaringan infrastruktur di seluruh Nusantara, melalui Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, telah membuat Indonesia berada dalam radar para investor global.

Banyak investor yang langsung menyatakan tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) M Chatib Basri bahkan mengatakan, setiap hari ada 400 investor yang mendaftar di BKPM dan mengisi pendaftaran dalam jaringan (online).

Namun, keinginan investor untuk masuk ke Indonesia tidaklah mudah. Masalahnya, mereka memang disambut hangat oleh pemerintah pusat, tetapi belum tentu dengan pemerintah daerah.

Menurut Didie Soewondho, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, pemerintah daerah seperti hutan belantara bagi investor. Tidak ada alat yang bisa dipakai investor untuk membaca atau mencari tahu apa yang bisa dikembangkan di daerah itu. Padahal, investasi yang masuk ke daerah pasti akan mendorong perekonomian daerah itu lebih cepat. Lapangan kerja akan dibuka, dan pendapatan asli daerah pun bisa meningkat.

Langkah pertama yang harus dibenahi adalah rencana tata ruang wilayah (RTRW). Masih banyak daerah yang belum mempunyai RTRW yang jelas dan rinci. Dengan RTRW maka investor akan mengetahui kebutuhan yang diperlukan daerah itu untuk perkembangan ke depan.

Tidak adanya RTRW ini terbukti dari masih banyaknya izin pertambangan dan perkebunan yang tumpang tindih. Bahkan ada pemerintah daerah yang menggelarkan izin wilayah pertambangan dan perkebunan yang luas totalnya melampaui luas yang dimiliki provinsi tadi.

Yang tidak kalah pentingnya adalah investor ini bukanlah sapi perah, yang harus membayar segala macam uang di luar beban biaya resmi yang harus dikeluarkannya.

Seorang pengusaha transportasi punya pengalaman. Ketika truk raksasa miliknya harus mengantar sebuah mesin ukuran raksasa untuk keperluan sebuah industri semen, dia harus membongkar dan memasang lagi sejumlah baliho dan penunjuk jalan yang ada di sepanjang jalan. Urusan membongkar dan memasang ini bukan masalah.

Yang menjadi masalah, dia harus merogoh kocek sangat besar karena banyak pihak yang meminta uang jatah atas pembongkaran itu. Padahal untuk bongkar dan pasang kembali baliho itu dilakukan sendiri oleh pengusaha transportasi itu. Dan barang yang dibawanya adalah mesin yang dibutuhkan untuk pengembangan industri semen tadi.

Kini, dengan dijalankannya Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, akan banyak investor asing masuk ke Indonesia. Semoga, semua pihak sudah semakin siap dan mengetahui bahwa kehadiran investor ini akan mendatangkan kemajuan bagi daerahnya. Bukan melihatnya sebagai mesin anjungan tunai mandiri (ATM) yang siap diambil uangnya kapan saja. (M Clara Wresti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com