JAKARTA, KOMPAS.com — Tudingan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyebutkan kasus yang menimpa Luthfi Hasan Ishaaq sebagai konspirasi besar dinilai tanpa bukti. Tudingan itu dianggap sebagai alat bagi PKS untuk menyolidkan kader-kader yang kecewa melihat tingkah laku elite partai bernapaskan Islam ini.
"Kalau PKS ditanya siapa orangnya, pasti bingung juga mereka. Ini hanya bahasa untuk menyolidkan barisan, bukan bahasa hukum," ujar Burhanudin, Sabtu (2/2/2013), dalam diskusi di Warung Daun, Jakarta.
Burhan menuturkan, saat ini kader-kader PKS yang terkenal militan dan bekerja keras untuk kebesaran partainya tengah dihadapi suatu kondisi disonansi.
"Sekarang terjadi demoralisasi. Mereka susah payah berjibaku untuk partai dan sekarang harus melihat kenyataan di tingkat elite yang bermasalah dengan KPK, bahkan langsung pucuk tertingginya," imbuh Burhan.
Dengan demikian, para elite PKS memerlukan sebuah pemahaman bersama untuk mengembalikan kekecewaan para kader yang menjadi basis kekuatan partai itu. Langkah yang diambil pun dengan menggelontorkan wacana adanya konspirasi politik untuk menghancurkan PKS menjelang pemilu.
Wacana konspirasi ini pun sudah disebut presiden baru PKS, Anis Matta, saat memberikan pidato politik untuk pertama kalinya seusai dipilih Ketua Majelis Syuro Hilmi Aminuddin. Pidato berapi-api yang disampaikan Anis ini kemudian membuat banyak kader PKS menangis.
"Ini kata-kata konspirasi zionis yang juga dilontarkan Hidayat Nur Wahid sengaja dikeluarkan hanya untuk para kader mencari kambing hitam. Kader kenapa penting? Karena PKS selama ini politiknya digerakkan oleh gairah kadernya. Kalau runtuh, maka hancur PKS. Makanya mereka pakai bahasa konspirasi ini," tutur Burhan.
Bahasa konspirasi itu, lanjut Burhan, bisa saja efektif bagi para kadernya. Namun, secara komunikasi politik, cara yang ditempuh PKS sangat buruk, bahkan cenderung terjebak dalam kesan PKS tak mau berbenah diri dan balik menyerang KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.