Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stabilisasi Harga Daging

Kompas.com - 04/03/2013, 02:13 WIB

Stabilisasi harga daging yang dilakukan Bulog pada saat itu memang masih terbatas lokasinya, tetapi mulai pertengahan 1980-an telah dikembangkan untuk Bandung, Jambi, Palembang, Bengkulu, dan Jayapura. Waktunya mulai ditambah, tidak hanya menjelang puasa/Lebaran dan Natal/Tahun Baru, tetapi juga menjelang pemilu, misalnya. Jenisnya pun bertambah, seperti daging ayam potong dan telur. Awal 1990-an, Bulog juga memantau impor daging beku. Pada waktu itu pasar modern mulai tumbuh. Bulog melalui koperasi dan PT PP Berdikari mengembangkan rumah potong hewan modern di Cibitung, rumah potong ayam di Ciputat, dan peternakan di Sulawesi Selatan untuk melayani tuntutan konsumen.

Secara umum keadaan sekarang ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan keadaan 20 tahun yang lalu, hanya sekarang masalahnya lebih kompleks dengan berkembangnya pasar modern dan dominannya impor daging dan ternak. Sebagaimana diketahui, peternak kita yang hanya memiliki 3-5 ekor sapi berhadapan dengan peternakan yang memiliki ribuan ternak.

Pola penjualan petani juga hanya 1-2 ekor, yang berarti biaya pengumpulannya mahal. Belum lagi petani menghadapi liku-liku para belantik di pasar. Jika tidak dijual melalui belantik, tidak ada yang menawar. Dalam angkutan ternak juga terdapat pungutan di berbagai pos penjagaan. Akhirnya semuanya menimbulkan biaya tinggi. Mereka akan kalah dari peternakan besar, apalagi dari ternak impor.

Setelah tahun 2000, impor ternak dan daging terus tumbuh dan akhirnya pada 3-4 tahun terakhir sudah mendesak peternak kecil. Sebagai catatan, di Yogyakarta hingga Idul Adha tahun lalu harga ternak masih relatif rendah. Untuk hewan kurban setara dengan tujuh ekor kambing masih dapat dibeli dengan harga Rp 7,5 juta sampai Rp 8,5 juta per ekor, tetapi saat ini harganya minimal mencapai Rp 11 juta per ekor. Kenaikan harga daging akhir-akhir ini sangat memukul para pengguna daging sapi.

Oleh karena menyangkut nasib ribuan peternak kecil dan ribuan pedagang bakso dan lain-lain, stabilisasi harga daging sangat diperlukan. Selain itu, daging merupakan sumber protein penting untuk peningkatan mutu gizi penduduk. Apalagi konsumsi daging saat ini masih rendah, di bawah 2 kilogram per kapita per tahun. Dari dimensi waktu, stabilisasi harga daging diperlukan, tidak hanya menjelang bulan puasa/Lebaran dan hari Natal/Tahun Baru saja, tetapi sepanjang tahun. Daerahnya pun lebih luas lagi, khususnya non-sentra produksi ternak.

Tender kuota impor

Dengan akan diubahnya pelaksanaan impor daging dengan cara tender, apakah stabilisasi harga daging akan terjamin? Kebijakan kuota impor dimaksudkan untuk mencegah peternak dalam negeri tidak terpukul oleh impor daging. Untuk itu, jumlah yang diimpor harus diatur agar tidak memukul peternak kita, tetapi juga tidak terlalu tinggi bagi pengguna daging. Dengan demikian, yang akan ditenderkan nanti adalah kuota impor daging. Di negara tetangga kebijakannya berupa tarif kuota yang dikombinasikan dengan bea masuk yang dapat naik/turun atau kuotanya yang fleksibel.

Oleh karena kebutuhan daging berjalan sepanjang tahun, tender atas kuota impor daging harus dapat memenuhi kekurangan pasokan untuk sepanjang tahun. Karena itu, tender terhadap kuota impor daging tidak mungkin hanya dilaksanakan dalam satu kali tender dalam setahun, tetapi minimal tiga kali tender dengan memerhatikan kejadian penting yang dapat membuat harga bergejolak. Selain itu, untuk membatasi terus bertambahnya importir daging yang mengikuti tender, disarankan importir adalah yang memiliki kaitan dengan program peningkatan produksi, khususnya pembibitan sapi yang merupakan titik terlemah industri peternakan kita.

Hal yang sama dilakukan untuk importir gula kristal putih, di mana yang diperbolehkan mengimpor adalah importir produsen. Sudah barang tentu pelaksanaannya bertahap agar mereka bersiap diri. Diharapkan yang akan menjadi importir daging adalah bukan pedagang kelontong yang memperdagangkan izin impor.

Selain itu, masih ada masalah penting yang belum digarap, yaitu stabilisasi harga menjelang puasa/Lebaran dan Natal/tahun baru. Permasalahan yang ada sebenarnya masih mirip dengan yang ditangani Bulog yang lalu, hanya sekarang faktor impor daging dapat dipakai sebagai penentu. Stabilisasi harga daging ”model Bulog” dulu juga masih relevan, dengan penyesuaian-penyesuaian tentunya. Sekarang ini pelibatan RPH milik pemda juga sangat penting sebagai pelaksana stabilisasi harga daging. RPH tersebut perlu direvitalisasi dan Pemprov DKI Jakarta mampu melaksanakan tugas sebagai salah satu pelaksana, termasuk untuk membangun holding ground sapi yang lebih representatif di luar DKI Jakarta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com