Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Tolak RUU Ormas, DPR-Pemerintah Jalan Terus

Kompas.com - 27/03/2013, 22:15 WIB
Nina Susilo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Para aktivis yang bergabung dalam Koalisi Kebebasan Berserikat menggalang dukungan masyarakat untuk menolak Rancangan Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan. Namun, Pemerintah dan DPR tetap melanjutkan pembahasan rancangan aturan ini.

Dukungan penolakan RUU Ormas yang dinyatakan dengan tanda tangan rencananya disampaikan kepada DPR. Rabu (27/3/2013) di Jakarta. Koordinator Koalisi Kebebasan Berserikat Fransiska Fitri menegaskan, RUU Ormas seharusnya tidak dibahas apalagi disahkan. Pemerintah seharusnya mendorong pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perkumpulan yang lebih diperlukan. RUU Ormas yang dibahas hanya menimbulkan kerancuan antara ormas berbadan hukum dan tidak berbadan hukum, serta yayasan. Padahal, pengaturan tentang yayasan sudah ada dalam perundangan tersendiri.

RUU Ormas juga dinilai melanggar kebebasan berserikat dan berorganisasi. Padahal, keberadaan masyarakat sipil menjadi syarat mutlak bagi demokrasi. Kenyataannya, masyarakat sipil juga mampu melakukan penguatan kapasitas, pemberdayaan masyarakat, monitoring kerja pemerintah, hingga advokasi dengan pendanaan yang sangat mandiri. Alasan ormas anarkis semestinya bisa ditangani dengan KUHP. Demikian pula kemungkinan adanya penggunaan dana yang tak jelas asal-usulnya bisa dikenakan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Airlangga Pribadi, Pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya, juga menilai dalam rezim demokrasi, ormas sebagai artikulasi masyarakat sipil semestinya diajak dialog bukan diawasi lewat Undang-Undang. Alasan pemerintah yang menyebutkan RUU Ormas diperlukan untuk mengantisipasi ormas berbasis agama dan kemudian bermetamorfosa menjadi teroris dinilai Airlangga sebagai dalih untuk mengawasi dan mengendalikan masyarakat seperti di zaman Orde Baru.

Ormas yang bertindak anarkis dan meneror masyarakat, serta menerima dana asing untuk tindakan terorisme bisa dikenakan Undang-Undang Antiterorisme. Sebaliknya, RUU Ormas berarti pengawasan tidak saja dilakukan pada organisasi teroris, tetapi juga pada ormas-ormas lain yang semestinya terlibat dan kritis dalam pembangunan.

Hal ini serupa dengan kebiasaan pemerintah di rezim Orde Baru. Kendati demikian, Pemerintah dan DPR berencana mengesahkan RUU Ormas dalam rapat paripurna 9 April 2013. Ketua Pansus RUU Ormas DPR Malik Haramain menjelaskan, secara substansi, semua pasal dan bab sudah disepakati. Rapat tim perumus dan tim sinkronisasi tinggal membahas redaksi perundangan saja.

Mengenai penolakan masyarakat, Malik menilai orangnya itu-itu saja. Namun, katanya, tidak pernah ditunjukkan pasal mana yang menghambat ormas atau berpotensi represi. "Saya kira isi (RUU Ormas) sudah cukup moderat dan tidak benar kalau berpotensi represi atau menghambat orang membentuk organisasi," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

Nasional
Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com