Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemacetan di Ibu Kota Tetap Sulit Teratasi

Kompas.com - 17/04/2013, 03:12 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak dapat berbuat banyak menghadapi rencana kenaikan harga bahan bakar minyak. Pemerintah pusat tidak memberikan dana tambahan untuk memecahkan masalah transportasi Ibu Kota. Akibatnya, tidak ada akselerasi penanganan kemacetan meski publik membutuhkannya.

”Tidak ada penghematan dana setelah subsidi dikurangi. Jangan berpikir ada dana lebih yang bisa dimanfaatkan untuk pembenahan transportasi Ibu Kota, tidak ada,” tutur Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, Selasa (16/4), seusai menghadiri rapat pengendalian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Kan- tor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta.

Basuki memastikan harga BBM bakal naik dalam waktu dekat, sesuai pembicaraan dengan sejumlah menteri dan kepala daerah yang hadir dalam pertemuan itu.

Harga BBM Premium dan solar bersubsidi kemungkinan menjadi Rp 6.500 per liter dari harga Rp 4.500 per liter. Kedua harga baru BBM tersebut hanya untuk mobil pribadi, tidak untuk angkutan umum dan sepeda motor.

”Harga untuk angkutan umum tetap sama seperti saat ini, tidak ada perubahan,” katanya.

Lantaran tidak ada dana tambahan setelah pengurangan subsidi BBM, Pemprov DKI Jakarta bakal memaksimalkan kemampuan anggarannya untuk membiayai sejumlah program unggulan. Program yang dimaksud termasuk penanganan transportasi yang dinilai sebagian kalangan mendesak dilakukan.

Mengenai kemungkinan dampak yang timbul akibat kebijakan itu, menurut Basuki, dia siap menghadapinya, termasuk jika ada demonstrasi besar bagi masyarakat yang tidak setuju dengan kenaikan harga BBM.

Memahami

Pertemuan di Kemendagri yang dipimpin Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Hatta Rajasa dihadiri juga Menko Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo, dan sejumlah perwakilan kepala daerah.

Menurut Gamawan Fauzi, pihaknya memahami ada masukan dari sejumlah daerah terkait rencana kenaikan harga BBM. Sebagian menginginkan pengurangan dana subsidi dialihkan ke penanganan persoalan daerah, misalnya persoalan kemacetan yang mendera Jakarta.

”Saya sedang mempelajari semua masukan yang ada. Kondisi geografis masing-masing daerah berbeda, seperti kondisi di Jakarta dan Kalimantan,” katanya.

Terkait transportasi Ibu Kota, saat ini Kemendagri sedang memproses surat rekomendasi perubahan komposisi beban investasi proyek mass rapid transit (MRT) antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI. Gamawan menyampaikan surat rekomendasi itu bakal diselesaikan dalam satu minggu ini. Rekomendasi dari Kemendagri dibutuhkan untuk memperlancar pencairan dana pinjaman dari Jepang terkait proyek MRT.

Tak pernah dapat

Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Pemprov DKI Jakarta Andi Baso menyayangkan sikap pemerintah pusat yang tidak memberikan dana alokasi khusus (DAK) ke Jakarta. Padahal, Jakarta memungkinkan menerima DAK sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

”Dalam ketentuan itu, Jakarta sebagai Ibu Kota negara bisa mendapatkan dana khusus untuk menangani kemacetan. Namun, sejak adanya undang-undang itu, DKI belum pernah mendapat dana segar untuk menangani persoalan kemacetan. Padahal persoalan ini membutuhkan penanganan segera,” katanya.

Menurut Andi, sejak UU itu disahkan, Pemprov DKI meminta bantuan pemerintah pusat menangani sejumlah persoalan pelik. Namun, dana bantuan pusat hanya untuk keperluan gaji pegawai, bukan untuk penanganan masalah transportasi atau masalah lain.

”Berbeda dengan Papua dan Aceh, mereka dapat dana khusus lebih besar. Pemberian dana itu hanya masalah ada kemauan atau tidak. Saya melihat pusat tidak punya kemauan,” katanya.

Mamat (46), pedagang bakwan malang yang ditemui seusai pertemuan mengenai BBM, tidak paham dengan rencana pemerintah. Dia berharap kenaikan harga BBM tidak merugikan rakyat kecil. ”Yang penting ke mana-mana tidak perlu mahal. Jika harus naik, terus apakah semua menjadi mudah. Saya belum tahu,” katanya.

Laporan tahunan Pertamina yang dirilis di www.pertamina. com menyebutkan, konsumsi BBM bersubsidi cenderung meningkat. Pada 2010 Pertamina mendistribusikan BBM bersubsidi sebesar 38.22 juta kiloliter.

Angka ini meningkat menjadi 41,69 kiloliter pada 2011, dan meningkat lagi konsumsinya menjadi 45,070 juta kiloliter di tahun 2012. Adapun pada 2013 kuota bbm bersubsidi direncanakan sebanyak 45,27 juta kiloliter.(INA/evy/NDY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com