Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakarta Defisit Pusat Belanja

Kompas.com - 17/04/2013, 18:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Rivalitas antarpusat belanja, khususnya mal sewa, di Jakarta memang sengit. Adu konsep dan strategi untuk memperebutkan penyewa (tenant) menjadi aktifitas biasa. Namun demikian, hal ini tak sampai menjadikan para pengelola pusat belanja mengoreksi atau berperang tarif sewa.

Harga sewa per bulannya masih relatif stabil yakni sebesar Rp 432.200 per meter persegi untuk pusat belanja kelas atas, Rp 292.000/m2 untuk mal kelas menengah dan Rp 220.000/m2 untuk strata di bawahnya. Harga sewa ini mengalami kenaikan hanya 1 persen dari kuartal IV 2012.

Menurut Country Head Jones Lang LaSalle Indonesia Todd Lauchlan sektor pusat belanja terus menunjukkan perkembangan positif. Tercermin dari menanjaknya tingkat hunian dan jumlah pengunjung mal. Tahun ini, ruang ritel yang terserap seluas 93% dari total pasok kumulatif 2,4 juta m2, atau naik dari sebelumnya yang mencapai 92%.

“Pertumbuhan positif yang diperlihatkan oleh tingkat hunian tersebut mampu membuat pengelola pusat belanja tidak menurunkan tarif sewa. Mereka malah bertendensi menaikkannya dengan perubahan tarif dasar listrik melalui komponen service charge,” ujar Todd, Rabu (17/4/2013).

Di sisi lain, baik peritel yang sudah eksis maupun pendatang baru, terus berlomba mencari lokasi terbaik untuk ekspansi toko mereka sebagai upaya meningkatkan penetrasi serta potensi pasar yang ditengarai belum tergali secara maksimal. Itulah sebabnya masih banyak peritel asing dan internasional yang tertarik untuk masuk ke Indonesia, apalagi kalau melihat proyeksi pertumbuhan kelas menengah dan daya beli konsumen domestik dalam 15-20 tahun mendatang. Namun sayangnya, pasok ruang ritel di Jakarta hingga 2015 hanya 500.000 m2 atau 167.000 m2/tahun.

Dengan kondisi seperti itu mau tak mau memaksa peritel baik lokal maupun asing harus bersabar. Padahal mereka secara agresif tengah melakukan ekspansi. Sementara bisnis ritel itu merupakan supply driven. “Ada banyak peritel asing masuk dalam daftar tunggu (waiting list) di pusat-pusat belanja eksisting kelas atas dan menengah atas. Ini karena terbatasnya pasok (ruang) kosong yang sesuai dengan klasifikasi dan kebutuhan mereka,” ungkap analis ritel Cushman and Wakefield, Lini Djafar kepada Kompas.com, Selasa (16/4/2013).

Baik Lini maupun Todd sama-sama berpendapat bahwa ekspansi peritel asing memberikan dampak positif bagi perkembangan sektor ritel nasional. Selain berpotensi menyerap banyak tenaga kerja juga dapat memicu akselerasi dan distribusi pasok pusat belanja yang lebih merata. Dengan semakin banyaknya peritel asing, minat pengembang internasional untuk membangun pusat belanja yang juga bertaraf internasional dan mengakomodasi kebutuhan peritel mancanegara, akan semakin meningkat. Di sisi lain, investor pun bisa jadi akan semakin tertarik terhadap portofolio aset ritel di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com