Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisasi Upah Buruh

Kompas.com - 01/05/2013, 02:21 WIB

Gagasan awal kebijakan upah minimum di Indonesia sudah dikembangkan segera setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945. Mulai dapat perhatian serius pemerintah pada akhir 1950-an, kebijakan ini baru diadopsi secara formal pada akhir 1960-an dan diimplementasikan awal 1970-an.

Dalam lebih 40 tahun perkem- bangannya, khususnya sejak Reformasi 1998, kebijakan upah minimum telah menjadi rangkaian yang rumit dari berbagai aturan undang-undang dan praktik yang melibatkan beragam institusi negara, pengusaha, dan buruh.

Dengan otonomi daerah, penetapan upah dilakukan gubernur atas rekomendasi dari bupa- ti/wali kota. Akibatnya, penetapan upah minimum di satu daerah berbeda dengan daerah lain, yang amat dipengaruhi beragam konteks sosial, ekonomi, politik, dan pertarungan ideologi di daerah.

Di daerah yang gerakan buruhnya relatif cukup kuat, upah minimumnya cenderung lebih tinggi. Sebaliknya, di daerah yang gerakan buruhnya lemah, upah minimumnya pun cenderung lebih rendah. Upah minimum sering kali juga dipengaruhi politik lokal.

Suasana menjelang pemilihan kepala daerah di beberapa wila- yah berdampak pada kenaikan upah minimum yang lumayan tinggi, seperti di Sukabumi tahun lalu. Namun, suasana menjelang pemilihan kepala daerah juga bisa berpengaruh sebaliknya: ada gubernur, meski relatif tidak terjadi lonjakan upah minimum yang tinggi di daerahnya, yang justru mengabulkan permohonan penangguhan upah minimum bagi ratusan perusahaan sekaligus. Ini terjadi di Jawa Barat tahun ini.

Kasus DKI tampaknya cukup berbeda. Harus diakui, memang ada semacam sensitivitas dari duet kepemimpinan DKI yang baru ini—khususnya Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama—terhadap tuntutan buruh untuk kenaikan upah lebih layak, bersama dengan tuntutan pelaksanaan jaminan sosial dan penghapusan tenaga alih daya. Namun, DKI juga menawarkan terobosan penting terkait mekanisme penetapan upah minimum yang menarik untuk dicermati.

Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama langsung memimpin rapat-rapat akhir Dewan Pengupahan Provinsi DKI, yang biasanya dipimpin kepala Dinas Tenaga Kerja ex officio ketua Dewan Pengupahan, untuk memutuskan rekomendasi upah minimum di DKI kepada gubernur.

Langsung dipimpin wakil gubernur, untuk kali pertama Dewan Pengupahan DKI menerapkan sistem regresi dalam menghitung nilai kebutuhan hidup layak (KHL) yang jadi dasar UMP. Nilai KHL di sisa bulan tahun berjalan sejak survei terakhir, Oktober 2012, ditambahkan dan diperoleh nilai KHL Rp 1.979.789.

Kali pertama

Untuk kali pertama juga—ini pertama kali terjadi di seluruh wilayah Indonesia—proyeksi kebutuhan hidup layak tahun berikut saat UMP baru dilaksanakan, yaitu Januari-Desember 2013, juga diperhitungkan dalam rekomendasi UMP. Maka, ditemukan rekomendasi UMP sebesar Rp 2.216.000 atau 112 persen dari KHL.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com