Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Liberalisasi Sektor Jasa ASEAN

Kompas.com - 11/06/2013, 02:38 WIB

Dalam kaitan ini, menarik pula menggarisbawahi laporan Center for International Trade Studies Thailand (2012). Kajian terhadap enam profesi yang telah memiliki MRA di ASEAN menunjukkan bahwa terdapat tiga kategori negara anggota untuk kualitas tenaga kerja terampil, yaitu sangat kompetitif, menengah, dan kurang kompetitif. Singapura selalu menempati urutan paling kompetitif.

Keunggulan Singapura tampaknya sangat terkait dengan reputasi dan prestasi lembaga pendidikan tinggi di negeri itu dan lembaga pelatihannya. Dari tiga kategori ini, potensi daya saing Indonesia untuk kategori kompetitif ada di profesi dokter gigi dan akuntan. Namun, dalam profesi ini pun, kompetitor Indonesia juga cukup banyak. Untuk dokter gigi, misalnya, Indonesia harus bersaing dengan Thailand, Malaysia, Singapura, dan Myanmar. Untuk akuntan, Indonesia harus bersaing dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Untuk profesi praktisi medis (dokter), Indonesia berada pada pengelompokan menengah dan harus bersaing dengan Filipina dan Vietnam. Situasi yang sama juga dihadapi profesi perawat. Alasan yang disebutkan: keterbatasan dalam penggunaan bahasa Inggris dan dikelompokkan sejajar dengan Thailand.

Dalam kaitan ini, patut pula dicatat laporan OECD. Laporan ini menyebutkan bahwa kebutuhan dokter dan perawat di Indonesia masih sangat besar. Rasio antara jumlah dokter dan perawat di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Rasio dokter dengan jumlah penduduk berada pada angka 0,3 untuk setiap 1.000 penduduk. Jauh tertinggal dibandingkan dengan rasio Singapura (1,7), Malaysia (1,2), dan Filipina (1,1). Demikian juga untuk perawat, rasionya adalah 2,0, sementara Singapura (5,2), Malaysia (2,4), dan Filipina (4,3).

Peluang?

Komposisi angkatan kerja di Indonesia sangat timpang. Walau Indonesia penyumbang angkatan kerja terbesar di ASEAN (hampir sekitar 50 persen dari angkatan kerja usia 25-54 tahun), hanya sekitar 7 persen yang mengecap pendidikan tinggi.

Apa yang harus dilakukan? Pengembangan tenaga kerja terampil tak semudah membalik tangan. Kualitas yang baik dan kompetitif di pasar tenaga kerja adalah buah kerja keras dan investasi jangka panjang luar biasa yang membutuhkan konsistensi kebijakan. Sepanjang ketiga hal ini tak dapat dilakukan, liberalisasi sektor jasa tak akan memberikan manfaat banyak bagi tenaga kerja terampil Indonesia. Negeri ini akan lebih banyak menerima tenaga terampil dari negara anggota ASEAN dibandingkan sebaliknya.

Ada dua langkah praktis yang mungkin dapat dilakukan untuk mengurangi masalah ini. Pertama, memperkuat kerja sama pendidikan dengan negara ASEAN yang lebih maju pendidikan tingginya, terutama Singapura. Mekanisme untuk ini sebenarnya telah ada melalui ASEAN University Network. Dengan menggunakan jaringan ini, kegiatan pertukaran pelajar dan pengajar antara lembaga pendidikan tinggi/universitas di Indonesia dan Singapura dapat diintensifkan.

Kedua, membuat aturan domestik yang memberikan prioritas bagi tenaga kerja terampil Indonesia untuk profesi yang telah dan akan diliberalkan. Misalnya, dengan menetapkan persentase tertentu dari besaran tenaga kerja terampil asing dalam suatu unit bisnis usaha yang dikategorikan sebagai jasa. Tujuannya agar kita tidak sekadar wilayah pasar saja. Karena itu, identifikasi yang sangat rinci dan mendalam tentang daya saing tenaga kerja terampil Indonesia sangatlah penting.

Regulasi restriktif seperti ini masih dimungkinkan karena, seperti yang telah disebutkan, MRA tak berlaku otomatis. Dengan kata lain, Indonesia sebaiknya hanya meliberalkan profesi jasa di mana ia memiliki daya saing yang sangat baik.

MAKMUR KELIAT Peneliti ASEAN Study Center, Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com