Revitalisasi Waduk Ria Rio menjadi salah satu upaya mengatur area biru Jakarta. Selain itu, revitalisasi waduk juga memberi alternatif ruang terbuka bagi publik.
Menurut Suryono, revitalisasi Waduk Ria Rio menjadi menarik dalam konsep urban design karena terletak tidak jauh dari ruang publik lain, seperti pacuan kuda di Pulomas dan velodrom di Rawamangun. "Selanjutnya, Pemprov DKI perlu mendesain ruang publik itu menjadi satu konsep terintegrasi sehingga ada koneksi antara jalur sepeda, jalur pejalan kaki, area hijau, dan taman," ujarnya.
Soal rencana Pemprov DKI Jakarta membangun area komersial di sekitar Waduk Ria Rio, Suryono menilai tidak masalah selama tepian waduk tetap difungsikan sebagai area terbuka. Selama ini, publik sering menolak revitalisasi karena area tak layak huni berubah menjadi pusat perbelanjaan semata.
Suryono mencontohkan Waduk Melati di Tanah Abang atau Waduk Sunter yang sama sekali tidak terintegrasi dengan lingkungan sekitar. Di sekeliling waduk banyak bangunan megah dan modern, tetapi waduk tidak terurus, kumuh, dan jorok.
Dengan pengalaman revitalisasi Waduk Pluit, warga pada akhirnya bisa menerima, bahkan menikmati, ruang publik baru yang nyaman dan gratis. Revitalisasi waduk-waduk yang ada di Jakarta pun diharapkan berjalan demikian.
"Yang terpenting waduk kembali ke fungsi semula. Area publik dan area komersial di sekitarnya menjadi bonus bagi warga dan Pemprov DKI Jakarta," kata Suryono.
Terkait penataan Waduk Ria Rio, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, proses masih berjalan. Dia menekankan, tidak ada lagi uang ganti rugi bagi warga yang tergusur proyek penataan waduk.
"Selama rusun belum siap, kami mungkin akan beri uang sewa rumah sementara. Sambil waduk diperbaiki, dalam dua bulan 400 unit selesai, warga bisa tempati," kata Basuki.
Menurut Basuki, memberikan uang ganti rugi kepada warga yang tinggal di lahan ilegal hanya akan melanggengkan praktik jual beli di tempat itu. Pemprov DKI Jakarta berkewajiban menghentikan praktik jual beli di atas tanah negara. "Mereka tidak hanya bisa dijerat perda ketertiban umum, tetapi juga penggelapan pajak. Uang yang kami bayarkan pun uang milik negara. Jadi, kami tidak mau lagi memberi uang ganti rugi," ujarnya. (MDN/FRO)