Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Hentikan Pembangunan Mal, Apa Respons Publik?

Kompas.com - 18/09/2013, 07:58 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah sempat hanya menjadi wacana selama Fauzi Bowo menjadi Gubernur DKI Jakarta, moratorium alias penghentian sementara untuk pembangunan mal kini mulai dijalankan di masa kepemimpinan Joko Widodo. Ruang terbuka hijau di Jakarta selama ini tergerus deretan mal yang terus dibangun. Bagaimana respons publik?

"Jakarta sudah saatnya menyeimbangkan diri," kata Turseena Amelia Yahya (24), menyambut gembira moratorium mal tersebut. Lulusan universitas ternama Malaysia yang sering bepergian ke beragam negara ini mengatakan di negara-negara yang pernah didatanginya, keseimbangan antara ruang terbuka hijau dan bangunan sangat terasa.

Turseena mencontohkan Ueno Park dan Yoyogi Park di Jepang, adalah ruang terbuka hijau yang mengimbangi "kegarangan" nuansa perkotaan di Jepang. Demikian juga Victoria Park di Hong Kong dan Botanical Garden di Singapura.

"Sangat setuju (moratorium mal). Mal di Jakarta sudah kebanyakan. Sudah itu nambah-nambahin titik kemacetan juga," ujar Turseena yang kini menjadi karyawati sebuah bank tersebut ketika ditemui Kompas.com, Selasa (17/9/2013).

Turseena berkeyakinan harapan Jokowi agar suatu ketika warga Jakarta dapat berbondong-bondong pergi ke taman, dapat terwujud. Demikian juga impian Jokowi tentang berlangsungnya interaksi warga Jakarta di tengah kesegaran udara. "Positifnya, warga jadi punya tempat untuk kumpul-kumpul. Di Ueno Park itu orang bisa datang lihat bunga Sakura. Di Yoyogi Park tiap weekend juga ada musik gratis, jadinya seru," lanjut Turseena.

Jakarta, kota dengan 173 mal

Dukungan tak hanya datang dari warga biasa. Wakil rakyat di DKI Jakarta pun ikut bersuara sama. Salah satunya Ketua Komisi A DPRD DKI, Ida Mahmuda.

Ida mengatakan pembatasan pembangunan mal juga akan berperan mengurangi kemacetan di Jakarta. Apalagi, imbuh dia, bila pembatasan itu diikuti dengan perbaikan sarana transportasi publik.

Meski jelas mendukung kebijakan Jokowi, Ida mengakui rencana pembatasan tersebut tak akan berjalan mulus. Tentangan, ujar dia, bisa dipastikan bakal datang dari para pengembang properti yang dirugikan kebijakan ini. "Ini harus diantisipasi Jokowi," tegas Ida.

Sebelumnya, Jokowi mengaku ada 14 proposal pembangunan mal yang dibiarkannya tergeletak di meja kerjanya. Dia beralasan, sekarang sudah ada 173 mal di Jakarta. "Paling banyak sedunia. Sekarang sudah saya stop (pembangunan mal)," tegas dia.

Menurut Ida, untuk bisa terus menjalankan kebijakan terkait mal ini Jokowi butuh dukungan rakyat. "Pengusaha juga harus sadar kondisi Jakarta sudah tak memungkinkan untuk dibangun mal. Pengusaha tak boleh egois mencari keuntungan semata," tegas Ida.

Anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Demokrat, Taufiqurrahman, menyarankan Jokowi membuat payung hukum bila memang benar-benar hendak menjalankan moratorium pembangunan mal. Namun dia mengakui, payung hukum tanpa komitmen juga tak akan berguna. "Kalau tidak diformalkan dalam bentuk Pergub, ya silahkan. Tapi harus konsisten, itu," kata dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

7 Tahun Berdiri, Lokasi Binaan Pasar Minggu Kini Sepi Pedagang dan Pembeli

7 Tahun Berdiri, Lokasi Binaan Pasar Minggu Kini Sepi Pedagang dan Pembeli

Megapolitan
Polisi Tangkap DJ East Blake yang Diduga Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih

Polisi Tangkap DJ East Blake yang Diduga Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih

Megapolitan
Pihak Keluarga Bakal Temui Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah

Pihak Keluarga Bakal Temui Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Setubuhi Korban Sebelum Membunuhnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Setubuhi Korban Sebelum Membunuhnya

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Dikenakan Pasal Pembunuhan Berencana

Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Dikenakan Pasal Pembunuhan Berencana

Megapolitan
Tak Sadar Jarinya Digigit sampai Putus, Satpam Gereja: Ada yang Bilang 'Itu Jarinya Buntung'

Tak Sadar Jarinya Digigit sampai Putus, Satpam Gereja: Ada yang Bilang 'Itu Jarinya Buntung'

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Jadi Tersangka, Dijerat Pasal Pembunuhan dan Curas

Pembunuh Wanita Dalam Koper Jadi Tersangka, Dijerat Pasal Pembunuhan dan Curas

Megapolitan
Korban Duga Pelaku yang Gigit Jarinya hingga Putus di Bawah Pengaruh Alkohol

Korban Duga Pelaku yang Gigit Jarinya hingga Putus di Bawah Pengaruh Alkohol

Megapolitan
Geng Motor Nekat Masuk 'Kandang Tentara' di Halim, Kena Gebuk Provost Lalu Diringkus Polisi

Geng Motor Nekat Masuk 'Kandang Tentara' di Halim, Kena Gebuk Provost Lalu Diringkus Polisi

Megapolitan
Banyak Kondom Bekas Berserak, Satpol PP Jaga RTH Tubagus Angke

Banyak Kondom Bekas Berserak, Satpol PP Jaga RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Bukan Rebutan Lahan Parkir, Ini Penyebab Pria di Pondok Aren Gigit Jari Satpam Gereja hingga Putus

Bukan Rebutan Lahan Parkir, Ini Penyebab Pria di Pondok Aren Gigit Jari Satpam Gereja hingga Putus

Megapolitan
PN Jakbar Tunda Sidang Kasus Narkotika Ammar Zoni

PN Jakbar Tunda Sidang Kasus Narkotika Ammar Zoni

Megapolitan
Pelaku dan Korban Pembunuhan Wanita Dalam Koper Kerja di Perusahaan yang Sama

Pelaku dan Korban Pembunuhan Wanita Dalam Koper Kerja di Perusahaan yang Sama

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Curi Uang Rp 43 Juta Milik Perusahaan Tempat Korban Kerja

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Curi Uang Rp 43 Juta Milik Perusahaan Tempat Korban Kerja

Megapolitan
Pengemis yang Videonya Viral karena Paksa Orang Sedekah Berkali-kali Minta Dipulangkan dari RSJ Bogor

Pengemis yang Videonya Viral karena Paksa Orang Sedekah Berkali-kali Minta Dipulangkan dari RSJ Bogor

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com