JAKARTA, KOMPAS.com — Pimpinan Jemaat HKBP Filadelfia, Tambun, Bekasi, Pendeta Palti Panjaitan menuntut kasus yang menjeratnya segera diselesaikan. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2013 oleh Kepolisian Bekasi, perkara Palti belum tuntas.
"Perjelas status saya," kata Palti sesuai melakukan audiensi dengan pihak Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Selasa (24/9/2013).
Palti datang ditemani pengacaranya, Judianto Simanjuntak.
Awalnya, Palti ditetapkan tersangka dengan tuduhan melakukan penganiayaan (352 KUHP) dan perbuatan tidak menyenangkan (335 KUHP) terhadap Abdul Aziz pada malam Natal 2012. Namun, setelah berkas perkara beberapa kali dikembalikan oleh Kejaksaan, Kepolisian hanya menjerat Palti dengan tindak pidana ringan (tipiring).
Sebenarnya, perkara Palti akan disidangkan pada 26 Juli 2013 dalam Pengadilan Tipiring. Namun, Palti saat itu tidak menghadirinya.
Palti mengaku tidak terima dengan langkah Kepolisian yang menjeratnya dengan tipiring. Alasannya, ia tidak bisa melakukan pembelaan jika perkaranya diadili melalui Pengadilan Tipiring. Selain itu, publik tidak akan tahu bagaimana masalah yang sebenarnya.
Jika kepolisian bersikukuh ingin memproses perkara, Palti ingin diadili dalam pengadilan umum. Sebaliknya, jika Kepolisian tidak mampu untuk melengkapi berkas perkara seperti yang diminta jaksa, Palti berharap perkaranya dihentikan (SP3).
"Kalau disidangkan, yah silakan, tapi pidana biasa, jangan Tipiring. Kalau enggak bisa, yah SP3. Saya tidak mau tipiring. Kalaupun ditipiring saya bebas, saya tidak mau. Saya tidak ada hak untuk membela diri. Kalaupun nanti saya divonis bersalah di pengadilan biasa, itu risiko, saya akan terima," kata Palti.
Junianto mengatakan, Kepolisian bersikap seperti itu lantaran ada tekanan massa intoleran. Seharusnya, kata dia, Kepolisian sudah menghentikan penyidikan lantaran tidak cukup bukti.
"Ada krimiminalisasi oleh Kepolisian. Pendeta Palti adalah korban dari kelompok intoleran. Ia seharusnya dilindungi. Tapi dalam realitasnya, penyidik berupaya dengan berbagai cara agar Pendeta Palti dihukum. Penyidik tidak profesional sebagai penegak hukum," kata Junianto.
Junianto menambahkan, pihaknya juga mendesak Bupati Bekasi patuh terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Putusan itu memerintahkan Bupati Bekasi memberikan izin untuk mendirikan rumah ibadah bagi HKBP Filadelfia.
"Sampai saat ini, kata Judianto, Bupati Bekasi tidak memberikan izin tersebut. Bupati Bekasi telah melakukan pembangkangan hukum," ujarnya.
Untuk itu, pihaknya berharap kepada Kemenkopolhukam agar menindaklanjuti aduan tersebut kepada instansi terkait. Negara harus melindungi hak warga atas rasa aman, kebebasan beribadah dan berkeyakinan seperti dalam konstitusi, pungkas Judianto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.