Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Tionghoa dan Arab di Lembah Salaka

Kompas.com - 02/11/2013, 10:20 WIB
Ambrosius Harto Manumoyoso

Penulis

Di Lawangsaketeng ada deretan toko yang menjual hasil bumi, terutama ikan asin dan hasil laut yang dikeringkan. Lawangsaketeng diduga sudah ada sejak Pakwan Pajajaran yang berarti gerbang dilipat yang dijaga di luar dan dalam.

Arab Empang

Berada di bagian lembah antara Cipakancilan dan Cisadane ada kawasan Arab yang terbentuk seperti kawasan Tionghoa karena kebijakan Wijkenstelsel 1835-1915. Namun, sebelum menjadi kawasan Arab dan bernama Empang, daerah ini bernama Soekaati (Sukahati). Di sinilah pusat pemerintahan Kampung Baru sekaligus cikal bakal Kabupaten Bogor.

Menurut budayawan Arab Bogor, Adenan Taufik, sebutan Empang muncul karena Bupati Kampung Baru Demang Wiranata (1749-1758) membuat kolam ikan di halaman pendapa (kini alun-alun). Lama-kelamaan kawasan itu identik dengan sebutan Empang dan menenggelamkan nama Soekaati.

Alun-alun, lanjut Adenan, diduga sudah ada sejak zaman Pakuan Pajajaran. Kala itu, alun-alun merupakan tempat hukuman picis (penyiksaan) terhadap penjahat yang dipertontonkan ke masyarakat agar kejahatan tidak ditiru. Kini, alun-alun itu tidak ubahnya lapangan berumput bergelombang, tidak terawat, dan jadi lahan parkir kendaraan. Di sekelilingnya terdapat tembok berikut kios pedagang makanan dan minuman. Pada saat hari raya menjadi pasar kambing.

Di sekitar alun-alun berderet toko perlengkapan ibadah, yakni peci, sorban, sajadah, tasbih, sarung, parfum, rebana, dan kurma. Ada juga rumah makan khas yang menyediakan menu nasi kebuli, gulai, sop, sate kambing, serta kue khas, yakni kamir, ka’at, dan manom.

Sejumlah bangunan tua yang bisa dilihat di Empang, antara lain, Masjid An Nur, Masjid Agung Empang, Makam Habib Abdullah bin Mukhsin Al Attas, bekas rumah Bupati Kampung Baru, rumah Kapitan Arab, makam keluarga Dalem Shalawat, dan Bendungan Empang. Di sini juga ada makam Raden Saleh Sjarif Bustaman, maestro seni lukis era kolonial.

Sisa-sisa bangunan khas komunitas Tionghoa dan Arab sudah tinggal sedikit dan tidak semua berdiri di lanskap yang enak dilihat. Bangunan antik, tua, dan yang zaman dulu amat terkenal malah berada di lingkungan yang amburadul dan tidak terawat. Apakah ini menunjukkan bahwa kita enggan menjadikan Bogor seperti masa Buitenzorg? Padahal, di masa lalu itu, kalangan pelancong amat memuja keindahan kota yang kini berpenduduk hampir 1 juta jiwa ini. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com