Rencana mengganti bus yang ditarik operasionalnya batal dilakukan, Rabu (3/9) ini. Sebanyak 30 bus merek Zhongtong itu terganjal masalah administrasi di Dinas Perhubungan DKI. Bus Zhongtong yang dimaksud merupakan hasil pengadaan tahun 2013.
Direktur Utama PT Transportasi Jakarta ANS Kosasih mengatakan, bus itu baru lolos uji kelaikan kendaraan. ”Bagi saya, lebih baik bus terlambat dioperasikan daripada bermasalah pada saat melayani penumpang,” kata Kosasih.
Bus Zhongtong yang kini berada di pul bus Pinang Ranti, Jakarta Timur, itu sudah dilunasi pembayarannya oleh Pemprov DKI Jakarta.
Saat ini tim gabungan sedang menyelesaikan investigasi terbakarnya bus gandeng transjakarta di Halte Masjid Agung Al-Azhar, Tim investigasi baru menyelesaikan pemeriksaan untuk enam bus Yutong di pul bus Cawang, Jakarta Timur. Menurut Kosasih, jika kedapatan terjadi masalah mengenai kondisi bus, kemungkinan bus tersebut akan ditarik seterusnya.
Kebutuhan tinggi
Dengan segenap kekurangannya, bus transjakarta terbukti masih saja diharapkan kehadirannya. Di sepanjang ruas Jalan Casablanca hingga Jalan Sukamto yang terhubung ke Bekasi, misalnya, kemacetan terjadi setiap hari diduga karena di ruas itu belum ada fasilitas angkutan massal.
Di Jakarta Timur, setiap hari ada 2 juta kendaraan pelaju asal Bekasi bergerak menuju Jakarta. Kepadatan kendaraan itu masih ditambah oleh kendaraan warga Jakarta. Kemacetan semakin parah juga berpotensi terjadi di Jakarta Timur karena wilayah ini juga dijadikan tempat pengembangan rumah susun sederhana sewa dan apartemen yang tumbuh di wilayah ini.
Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur Bernhard Hutajulu mengaku, sebelumnya sepanjang Jalan Casablanca-Jalan Sukamto itu sudah diusulkan untuk dibangun koridor bus transjakarta sebagai angkutan massal di jalan itu. Namun, kemudian ditunda karena berbenturan dengan rencana pembangunan monorel di ruas Jalan Casablanca.
Namun, karena monorel juga tak jalan, kata Bernhard, pihaknya akan mengusulkan kembali agar dibangun koridor bus transjakarta di Jalan Sukamto hingga Jalan Casablanca.
Kepala Bidang Manajemen Rekayasa Lalu Lintas (MRLL) Dinas Perhubungan DKI Masdes Arovi mengatakan, dukungan transportasi massal di ruas-ruas jalan perbatasan, terutama di Jakarta Timur, masih harus ditingkatkan. Itu sebabnya untuk mengurangi kemacetan di Jalan Raya Kali Malang yang selalu dipadati pelaju dari Bekasi juga akan dibangun koridor bus transjakarta dengan menggunakan jalan layang.
Untuk mengurangi kepadatan kendaraan, akan dibangun jalan layang khusus untuk Koridor XI Pulogebang-Kampung Melayu. Pemprov DKI, kata Masdes, juga telah meminta kepada Pemerintah Kota Bekasi untuk menyediakan trayek angkutan massal dari Bekasi ke Pulogebang sehingga angkutan penumpang dari Bekasi ke Jakarta bisa dilanjutkan dengan bus transjakarta Pulogebang-Kampung Melayu.
Hingga dua minggu setelah penerapan sistem tiket elektronik prabayar bus transjakarta, masih banyak penumpang yang baru mengetahui sistem itu. Sejumlah penumpang bus di Halte Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, pada Selasa (2/9), mengatakan kerepotan dengan sistem yang ada.
Iwan (38), pegawai swasta, sudah menyiapkan uang Rp 3.500 untuk membeli tiket bus. Sesampainya di depan loket, petugas memberi tahu bahwa tidak ada tiket harian. Iwan diminta membeli tiket prabayar. Harganya Rp 40.000, jumlah itu sudah termasuk biaya kartu Rp 20.000 dan saldo Rp 20.000.
”Saya hanya ingin naik bus satu kali, masa harus membeli Rp 40.000?” kata Iwan.
Dia kemudian mengurungkan niat naik bus transjakarta. Dia menggunakan bus umum lain menuju Cawang, Jakarta Timur. Bagi Iwan, yang sehari-hari tidak tinggal di Ibu Kota, sistem kartu prabayar merepotkan. ”Seharusnya petugas juga tetap menyediakan tiket harian karena tidak semua orang setiap hari menggunakan bus transjakarta,” kata Iwan.
(NDY/NEL/ART/MDN/RTS/RAY/A14)