Sejauh ini, operasional transjakarta jarak jauh baru menjangkau rute Pulogadung-Harapan Indah (Bekasi). Di rute itu, ada 10 bus transjakarta yang melayani penumpang setiap hari. Menurut rencana, kerja sama serupa akan dikembangkan untuk wilayah Tangerang, Depok, ataupun Bogor.
Sejak dibuka Mei lalu, rute transjakarta Pulogadung-Harapan Indah diminati penggunanya. Walau menjangkau Bekasi, tarif transjakarta di rute ini sama dengan tarif di koridor lain. Akan tetapi, jarak kedatangan bus lebih sering molor karena jalur bus yang tak steril.
Berangkat dari kenyataan itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta M Akbar mengatakan konsep pengembangan transjakarta jarak jauh akan disempurnakan dan dikembangkan, termasuk mendorong kerja sama dengan moda angkutan lain. ”Kerja sama program ini secara intensif dibicarakan oleh Badan Kerja Sama Antarprovinsi,” kata Akbar.
Rute berikutnya yang akan dikembangkan dari Bogor ke Jakarta. Terkait tujuan akhir di Jakarta masih dirumuskan perwakilan pemerintah. ”Kami masih sempurnakan rencana berikutnya,” kata Akbar.
Di luar rencana itu, ada masalah yang juga harus disiapkan solusinya saat ini yakni menutupi kekurangan bus.
Menurut Akbar, kondisi bus transjakarta saat ini sudah pada tahap kritis. Sebab, di sejumlah koridor, usia bus mendekati sembilan tahun seperti di Koridor II (Pulogadung-Harmoni) dan Koridor III (Kalideres-Harmoni). Di dua koridor itu kontrak kerja sama dengan operator habis pada Januari 2015.
Hal serupa terjadi di Koridor IV (Pulogadung-Dukuh Atas), V (Kampung Melayu-Ancol), VI (Ragunan-Kuningan), dan VII (Kampung Melayu-Kampung Rambutan). Lantaran usia bus sudah di ujung masa kontrak, potensi terjadinya gangguan layanan karena kecelakaan bus sangat terbuka. Akbar meminta Unit Pengelola Transjakarta tetap mengedepankan layanan.
Butuh bantuan segera
Sebelumnya Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah mengatakan, pihaknya siap membangun tambahan jalur transjakarta yang, menurut rencana, dibangun di Jalan Ciledug Raya hingga masuk ke wilayah kotanya. Untuk itu, ia perlu menata trayek angkutan reguler di lokasi yang akan dilewati bus transjakarta.
Untuk mengatur trayek angkutan di internal wilayahnya dan lintas kota yang masih di Provinsi Banten, mungkin akan mudah. Akan tetapi, mengatur trayek angkutan reguler lintas provinsi yang masuk ke Jakarta, itu diatur di tingkat Kemenhub.
Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengatakan selalu terbuka kesempatan wali kota dan gubernur bertanya atau berkonsultasi dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat di Kementerian Perhubungan. (NDY/ART/NEL)DI tengah kekacauan tata lalu lintas dan jaringan transportasi publik di Jabodetabek, pemerintah memberikan solusi dengan menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 54 Tahun 2013 tentang Jaringan Angkutan Umum Massal. Namun, hingga kini belum ada kejelasan realisasinya. Peraturan itu bagai macan garang bergigi ompong yang ketegasan suaranya pun diragukan.
San (37), perempuan yang menjajakan dagangan dari Stasiun Duri hingga Pasar Grogol, duduk santai menikmati KRL yang lengang dari Tanah Abang menuju Parungpanjang, Rabu (3/9). Untuk mengejar pelanggannya para pegawai yang berangkat kerja, dia selalu mengejar kereta lokal yang berangkat pukul 05.02 dari Stasiun Cilejit.
Di Parungpanjang, San menghabiskan waktu dengan berbelanja sambil menunggu KRL Tanah Abang-Maja yang tiba di Parungpanjang sekitar pukul 15.00. Meski hanya menumpang KRL itu untuk satu stasiun, yakni Cilejit, San merasa KRL masih menjadi moda transportasi yang paling cepat.
Tarif KRL juga tergolong murah, yakni Rp 3.500. Tidak jauh berbeda, saat menggunakan kereta lokal, dia hanya membayar Rp 2.000. Adapun ongkos angkot dari Parungpanjang menuju ke rumahnya mencapai Rp 5.000. Total biaya itu jika dibandingkan dengan menggunakan bus jauh lebih murah. Kalau pakai bus, bisa Rp 30.000 sekali jalan.
Perjalanan KRL di lintas Serpong, misalnya, tergolong cepat. Dari Tanah Abang ke Parungpanjang, waktu tempuh tidak sampai 1 jam. Hal serupa terjadi di Bogor yang membutuhkan waktu tempuh sekitar 1 jam sampai Manggarai.
Tidak mengherankan jika begitu banyak orang kini mengandalkan KRL untuk bergerak. Apalagi ada peningkatan kualitas layanan baik di dalam kereta juga fasilitas di dalam stasiun. Di Stasiun Pondok Ranji, yang dulu WC-nya amat jorok, kini bersih dan wangi.
Akan tetapi, keterbatasan daya angkut disertai banyaknya gangguan yang terjadi saat ini menyebabkan pengguna KRL sering telantar. Di Stasiun Manggarai, Senin lalu, lebih dari 500 orang memilih bertahan atau malah bisa disebut ”menelantarkan” diri selama penanganan gangguan.
Bagi pelanggan setia transjakarta, terungkap kisah serupa.
Izzul Waro, penasihat tentang transportasi publik berkelanjutan di Lembaga Kerja Sama Jerman, memilih tetap menggunakan transjakarta dalam mobilitas rutin sehari-harinya. Bagi dia, dengan membayar Rp 3.500 sekali jalan itu sangat murah dan efisien dibandingkan dengan harus bersepeda motor atau mengendarai mobil pribadi.
”Rumah saya di kawasan Pinang Ranti, jadi saya bisa langsung naik yang jurusan Pinang Ranti-Pluit di Koridor IX. Kalau ada keperluan ke tempat lain, sebisa mungkin juga pakai transjakarta,” katanya.
Dengan 12 koridor yang ada saat ini, bus transjakarta sebenarnya sudah menjangkau sebagian besar lokasi strategis di Jakarta. Bahkan, bagi yang ingin menuju Bekasi atau dari kawasan itu ke Jakarta, sudah ada Koridor II yang telah diperpanjang koridornya hingga ke Harapan Indah, Bekasi.
Namun, seperti halnya dengan kereta, jalur transjakarta belum sepenuhnya terintegrasi dengan angkutan reguler yang ada. Sebagai sesama angkutan massal pun integrasi antara transjakarta dan KRL masih minim.