"Kalau sampai kasus Sitok di-SP3 karena kurang bukti, itu adalah alarm bahaya bagi hukum kita dalam hal perlindungan perempuan," kata Ketua BEM UI, M Ivan Riansa, di kampus UI, Depok, Selasa (9/9/2014).
Kekecewaan juga diungkapkan oleh Saifulloh Ramdani, mahasiswa Ilmu Sejarah UI angkatan 2010. Menurut dia, alasan kurang bukti, seperti yang diungkapkan polisi, adalah alasan yang mengada-ada. [Baca: Pengacara Korban Sitok: Belum Ada Gelar Perkara, Bagaimana Bisa Sudah Mau SP3?]
"Kalau kurang bukti, bukti apa lagi? Bukti visum dan psikologis sudah dikerahkan. Polda ini dual. Di hadapan kami, bilang tidak akan meng-SP3-kan, tapi di hadapan media, bilang SP3," kata mantan Ketua BEM Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya 2013 tersebut.
Ali Abdillah, seorang alumnus Fakultas Hukum UI angkatan 2009, menilai, polisi seharusnya menerapkan pendekatan victim oriented dalam kasus Sitok, bukan case oriented.
Ali mengatakan, kelanjutan kasus tersebut bergantung pada niat baik polisi. "Seharusnya polisi berani membela korban dengan menggali keadilan substansi yang ada. Sudah jelas-jelas Sitok sudah mengaku. Istrinya juga sudah tahu. Apa yang kurang?" kata Ali yang kini menjadi asisten dosen di almamaternya.
Selain bukti yang kurang, pemerkosaan yang berulang-ulang juga menjadi keberatan polisi untuk melanjutkan kasus Sitok. Dosen Fakultas Ilmu Budaya UI Totok Suhardiyanto memandang itu dari sudut pandang yang berbeda.
"Dalam situasi dan kondisi tertentu, bisa saja terjadi berkali-kali. Dalam ranah keluarga, misalnya, kasus ayah memerkosa anak kandungnya, itu kan juga dilakukan berkali-kali," kata Totok.
Pandangan lain dilontarkan oleh Ananda, mahasiswa FIB angkatan 2010. la tidak keberatan dengan SP3 yang akan dikeluarkan polisi.
"Alasan polisi cukup masuk akal karena, menurut saya pribadi, sebetulnya korban memiliki celah untuk melarikan diri sehingga kejadian tersebut tak perlu berulang-ulang. Saran saya, kedua belah pihak harus bertemu untuk menuturkan kronologi yang sebetulnya," kata Ananda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.