Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demi Buruh, Nilai Kebutuhan Hidup Layak Jakarta Akan Dikaji Ulang

Kompas.com - 23/10/2014, 17:27 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta akan mengkaji ulang nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di DKI Jakarta. Hal itu dilakukan sebagai dasar untuk penentuan upah minimum provinsi (UMP) 2015 yang keputusannya direncanakan akan diambil pada 1 November mendatang.

Menurut Priyono, ada beberapa item pada KHL yang akan dikaji ulang, salah satunya adalah air bersih. Dari daftar KHL yang dirilis oleh para buruh, nilai yang laik untuk air bersih adalah sebesar Rp 50.000 per bulan.

Sedangkan nilai yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) hanya Rp 9.360 per bulan. "Seperti air juga perlu ditingkatkan kualitasnya. Yang tertera air PAM itu 2.000 liter per bulan, sebagian katakan tidak layak minum. Saat ini pekerja juga minum seperti air kemasan," kata Kadisnakertrans DKI Priyono, di Balaikota Jakarta, Kamis (23/10/2014).

Priyono belum bisa memprediksi berapa besaran UMP untuk tahun 2015 mendatang. Namun ia berharap dengan konversi dan kajian ulang beberapa item KHL bisa mempercepat proses penetapan UMP Jakarta 2015.

"Itu tidak bisa diprediksi dan harus dirapatkan, dirinci. Kalau dikira-kira tidak bisa, tetapi yang pasti kalau ada peningkatan kualitas, pasti akan ada peningkatan harga dan akan berpengaruh terhadap KHL," ujar dia.

Seperti diberitakan, hari ini sejumlah organisasi buruh kembali berunjuk rasa di depan Balaikota Jakarta. Unjuk rasa ini merupakan hari ketiga dari rencana aksi tiga hari berturut-turut.

Unjuk rasa dilakukan sebelum batas akhir penentuan upah minimum provinsi (UMP) yang akan jatuh pada 1 November 2014. Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi menilai ada kesalahan dalam survei KHL yang dilakukan BPS DKI Jakarta.

Ia menuding BPS telah secara sengaja menurunkan kualitas sejumlah komponen dalam perhitungan KHL sehingga angka yang didapat sangat rendah, yakni hanya sekitar Rp 2.331.751.

"Beberapa kualitas item sengaja diturunkan sehingga harganya rendah. Dari 60 item, beda hasilnya. Itu cara mengolahnya pasti salah. Misalnya air minum hanya Rp 9.000 itu sama dengan 3 botol air minum kemasan, terus kita minum apa," kata Rusdi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com