Di Kota Depok, misalnya, hampir semua situ mengalami penyempitan dan pendangkalan. Berdasarkan data Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Depok, tiga dari 26 situ di Depok beralih fungsi menjadi permukiman warga, perumahan, dan lahan pertanian.
Dari jumlah sisanya, hanya empat situ yang dalam kondisi baik karena berada di kompleks kampus Universitas Indonesia. Sebanyak 19 sisanya masih berfungsi dengan kondisi yang mengkhawatirkan karena pendangkalan dan penyempitan.
Situ Cilodong, yang terletak di Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, misalnya, pengalami pendangkalan parah. Situ seluas 10 hektar itu hanya memiliki kedalaman setengah meter dari seharusnya lebih dari dua meter. Di dalam situ banyak sampah plastik, pelepah daun pisang, dan tanaman eceng gondok.
Kamis (20/11/2014) lalu, air di Situ Cilodong meluap. Luapan air mengakibatkan jalan, kebun, dan sejumlah rumah warga tergenang. Roswati (45), ibu rumah tangga yang tinggal sekitar sepuluh meter dari situ itu, mengatakan, genangan air sekitar 50 cm muncul sejak pukul 03.00.
Hingga pukul 14.00, genangan belum surut. ”Memasuki musim hujan, rumah pasti banjir. Mau beraktivitas jadi serba terbatas,” katanya.
Untuk mengatasi genangan itu. petugas dari Satuan Tugas Banjir Kota Depok mengangkut sampah yang memenuhi saluran air. Mereka juga menyusun batu-batuan di samping saluran air sebagai dinding darurat agar air tak kembali meluap.
Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Depok Heri R Gumilar mengatakan, luapan air di Situ Cilodong terjadi akibat intensitas hujan tinggi di Kabupaten Bogor. Volume air yang tak tertampung di Situ Cikaret, Cibinong, Kabupaten Bogor, mengalir ke Cilodong.
”Terkait pendangkalan Situ Cilodong, kami akan mengatasinya dengan pengerukan. Namun, pengerukan baru bisa dilakukan tahun depan karena keterbatasan anggaran,” katanya.
Tahun ini, Pemerintah Kota Depok melaksanakan dua program pengerukan, yaitu di Situ Pengarengan yang terletak di Jalan Ir H Juanda, dan Situ Tipar di Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Cimanggis. Hingga Kamis lalu, pengerukan di Situ Pengarengan belum terlaksana. Sementara pelaksanaan normalisasi Situ Tipar baru berjalan sekitar 10 persen.
Air dari Situ Pengarengan itu mengalir melalui Kali Laya menuju Saluran Sekunder Ciliwung Katulampa. Kali Laya mengalir di antara rumah penduduk di Kelurahan Cimanggis, Kota Depok. Aliran air yang terlalu deras membuat aliran Kali Laya kerap meluap. Pada 2012, tanggu Kali Laya jebol dan menyebabkan banjir yang menggenangi ratusan rumah warga.
Secuil genangan
Kondisi situ yang tak terawat juga mudah dijumpai di Kota Tangerang Selatan, Banten. Situ Kuru (Legoso) yang terletak di Ciputat, Kota Tangerang Selatan, nyaris hilang.
Situ Kuru dulunya berfungsi sebagai saluran irigasi. Kini, situ yang berada di sebelah kompleks Universitas Islam Negeri (UIN) itu hanya berupa secuil genangan yang lebih mirip saluran limbah cair.
Bagian tengah situ ditumbuhi tanaman kangkung liar. Di dalam situ juga terdapat banyak sampah plastik. Situ seluas sekitar 3,7 hektar itu terimpit bangunan kampus, ruko, dan perumahan.
Selain Situ Kuru, sejumlah situ lain di Tangerang Selatan juga mengalami nasib serupa, seperti Situ Ciledug dan Situ Kayu Antap yang sudah diokupasi menjadi perumahan. Beberapa kasus sengketa lahan sempat dibawa ke jalur hukum di pengadilan. Namun, seiring permintaan perumahan yang semakin banyak, kasus terus berulang dan tidak ada perbaikan.
Sekretaris Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Tangerang Selatan Judianto mengatakan, awal 2014, pihaknya sudah membongkar bangunan ilegal di sekitar Situ Kuru. Menurut rencana, Kementerian Pekerjaan Umum akan melakukan pengerukan sedimentasi dan melakukan normalisasi situ.
Pemerintah Kota Tangerang Selatan bahkan berencana mengembalikan luas Situ Kuru menjadi 3,7 hektar seperti semula. ”Kami tidak akan menoleransi lagi tindakan seperti itu (pembuatan bangunan di lahan situ). Tidak akan ada lagi bangunan baru, yang baru justru kami akan memperluas itu,” kata Judianto.
Sementara itu, sebanyak tiga dari 9 situ di Kota Tangerang, Banten, juga sudah menghilang menjadi kawasan perumahan dan tanah lapang. Tinggal enam situ lagi yang masih bertahan, meski kondisinya sangat memprihatinkan akibat endapan sampah, dibangun perumahan, dan dipenuhi eceng gondok.
Tiga situ yang hilang adalah Situ Plawad, Situ Kompeni, dan Situ Kambing. Situ Plawad dan Kompeni berubah menjadi perumahan dan permukiman warga. Sementara Situ Kambing sudah menjadi tanah lapang.
Enam situ yang masih eksis adalah Situ Cipondoh di Kecamatan Cipondoh, Situ Gede di Kecamatan Tangerang, Situ Bulakan dan Cangkringan di Kecamatan Priuk, dan Situ Kunciran dan Bojong di Kecamatan Pinang.
”Sesuai yang tercantum dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Tangerang 2014, ada 6 situ yang masih berfungsi,” kata Kepala Bagian Sumber Daya Alam Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang Taufik Syazaeni, akhir pekan lalu.
Taufik mengatakan, pihaknya tak bisa berbuat banyak atas lahan danau menyusut dan menghilang. Hal itu karena pengolahan situ menjadi tanggung jawab Provinsi Banten dan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum.
Fungsi penting
Tenaga Ahli Sumber Daya Air dan Humas Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC) Putu Irawan mengatakan, keberadaan situ memiliki fungsi penting, antara lain sebagai pengendali banjir, tempat resapan air, sumber air baku, irigasi, dan perikanan. ”Meski tidak semua situ mengalir langsung ke Sungai Ciliwung dan Cisadane, keberadaannya untuk tempat peresapan air penting,” katanya, Jumat (21/11/2014).
Putu menjelaskan, selama ini keberadaan situ dianggap sebagai aliran sungai yang tak normal sehingga kewenangan rehabilitasi situ berada di pemerintah pusat.
Hingga 2010, sebanyak 73 dari 181 situ sudah selesai direhabilitasi. Pemerintah daerah bertugas merawat situ yang sudah direhabilitasi. Namun, karena keterbatasan anggaran, pemerintah daerah hanya merawat situ yang menjadi prioritas.
”Dengan mengembalikan fungsi situ sebagai sumber air baku, irigasi, dan perairan, antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu berbagi peran,” ujarnya.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Teuku Iskandar, mengatakan akan menormalisasi 142 dari 181 situ yang ada di wilayah Jabodetabek. ”Normalisasi akan dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kami akan berbagi peran,” katanya. (DNA/DEA/PIN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.