Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pedagang Pakaian Bekas Impor Angkat Suara

Kompas.com - 04/02/2015, 11:05 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Pedagang pakaian impor bekas di Pasar Senen Blok II, Jakarta Pusat, terancam kehilangan mata pencarian jika Kementerian Perdagangan merealisasikan larangan penjualan pakaian impor bekas.

"Kalau jadi dihilangkan pasti banyak yang menganggur. Kami pedagang kecil, modal kecil. Makannya dari sini doang. Mau cari ke mana lagi," kata Toni (21), pedagang di lantai 3 Pasar Senen Blok II, Selasa (3/2/2015).

Di Pasar Senen, Toni menyewa kios Rp 700.000 per bulan. Di situ dia menjual jaket dan celana panjang dewasa. Harga per bal pakaian bekas impor itu Rp 3 juta hingga Rp 5 juta. "Kalau satuan, jaket yang masih bagus bisa Rp 70.000-an," kata dia.

Pedagang lainnya, Aldo (32), mengeluhkan hal serupa. "Kalau dilarang mau dagang apa? Kalau alasan banyak penyakit, dari dulu mestinya banyak yang kena dong. Buktinya sehat-sehat saja," ujar Aldo.

Warga Kelurahan Galur, Senen, Jakarta Pusat, itu mengatakan, dulu zaman Presiden Megawati Soekarnoputri, pakaian bekas impor juga sempat dilarang. "Dulu sampai dibakar-bakarin, tapi sampai sekarang jalan terus. Kami demo ke kementerian, waktu menterinya masih Rini Suwandi," tutur Aldo.

Aldo mengaku berdagang pakaian bekas impor sejak tamat dari STM. Dulu dia berjualan di tepi jalan. Dia baru pindah ke lantai 3 Blok II Pasar Senen tahun 2007. Dia membeli pakaian bekas impor itu dalam satua bal dari pengepul. Pakaian bekas darji Jepang seharga Rp 4 juta, sementara dari Kora sekitar Rp 3 juta per bal.

"Saya jual celana dan baju anak Rp 20.000, ada juga yang diobral Rp 10.000-an. Sekarang lagi sepi karena hujan. Hari Minggu biasanya ramai," lanjut Aldo.

Disinggung soal ancaman pidana bagi pedagang yang masih tetap menjual pakaian bekas impor, Aldo menyebutnya sudah keterlaluan.

"Kalau dipidana parah, apa kami ini pencuri. Bakal banyak dong yang kena. Kalau benar mau, pidana saja bos-bos gedenya. Importir-importir itu. Jangan pedagang kecil," kata Aldo.

Mempertanyakan

Ketua Paguyuban Pedagang Binaan Pasar Senen Robinson Hutape mempertanyakan alasan larangan penjualan pakaian impor bekas.

"Dari dulu begitu melulu. Kenapa sih? Jelas kami merasa terganggu, terancam mata pencaharian. Kami orang kecil. Jokowi pro-rakyat kecil, kok menterinya begitu. Jangan bunuh tikus pakai meriam. Bikin solusi," kata Robinson.

Dimintai tanggapan soal pidana bagi pedagang yang masih menjual pakaian impor bekas, Robinson terlihat emosional.

"Kami bukan pedagang gelap, transaksi resmi. Kami beli barang dari importir juga ada bukti kuitansi. Terlalu keji itu kalau sampai dipidanakan," katanya dengan nada tinggi.

Robinson juga mempertanyakan apa alasan memidanakan pedagang. Mereka juga pindah dari tepi jalan ke lantai 3 Pasar Senen Blok II pada 2007 karena difasilitasi camat dan wali kota.

"Kalau barangnya haram, kenapa camat, wali kota memfasilitasi? Kami juga enggak mencuri," ujar dia.

Robinson mengatakan, jika larangan itu benar diwujudukan, tidak mustahil pedagang akan menggelar aksi yang lebih besar dari tahun 2003 lalu.

"Kalau mau diberi pajak, silakan. Jangan hilangkan hak rakyat kecil. Coba kalau tiba-tiba distop, 700-an orang pedagang di sini mau makan apa?" lanjut Robinson. (chi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Megapolitan
Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Megapolitan
Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Megapolitan
Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Megapolitan
Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Megapolitan
Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com