Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nyanyian Banjir Kota Jakarta

Kompas.com - 11/02/2015, 06:44 WIB

Catatan Kaki Jodhi Yudono

Kelak, entah berapa puluh tahun lagi, ketika Jakarta mungkin sudah tak tergambar lagi di peta Indonesia lantaran sudah tenggelam, anak cucu kita yang akan melacak keberadaan bekas ibu kota negara Republik Indonesia ini bisa menemukan sejarah Jakarta melalui lagu-lagu yang pernah dibikin oleh seniman-seniman terdahulu. Berpuluh lagu dibikin dan dinyanyikan oleh para penyanyi mengenai Jakarta. Dari sana terbaca jelas betapa Jakarta memang tak pernah lepas dari persoalan banjir, macet, kumuh, kebakaran, dan beragam persoalan lainnya.

Melalui lagu "Kompor Meleduk", Benyamin S bernyanyi begini:

Aah….! Nya’ banjir!

Jakarta kebanjiran, di Bogor angin ngamuk
Ruméh ané kebakaran garé-garé kompor mleduk
Ané jadi gemeteran, wara-wiri keserimpet
Rumah ané kebanjiran gara-gara got mampet

Aa~ti-ati kompor meledug
Aa~ti ané jadi dag-dig-dug (heh.. jatuh duduk)
Aa~yo-ayo bersihin got
Jaa~ngan takut badan blépot

Coba enéng jangan ribut, jangan padé kalang kabut

Aarrrgh!!…

Begitulah, jika pada tahun 70-an banjir di Jakarta gara-gara angin ribut dan hujan deras di wilayah Bogor, serta got yang mampet di wilayah permukiman Jakarta, maka bertambah tahun banjir di Jakarta adalah karena permukaan tanah yang kian ambles dan kondisi tanah yang tak lagi bisa menyerap air dengan baik.

Maka, seperti yang digambarkan oleh Iwan Fals tentang Jakarta melalui lagu berjudul "Lagu Dua" (album Hijau – 1992), Jakarta pun habis!

Jakarta sudah habis
Musim kemarau api
Musim penghujan banjir

Jakarta tidak bersahabat
Api dan airnya bencana
Entah karena kebodohan kecerobohan
Atau keserakahan
....

Ya, jika didera oleh banjir, permukaan tanah kian rendah dari permukaan laut, air tanah telah tercemar, udara sudah bercampur racun, maka gedung-gedung pencakar itu pun bakal roboh, dan penghuni kota terpadak sak Indonesia itu pun pastilah akan berlarian pergi dari Jakarta. Maka, benarlah kata Iwan Fals, Jakarta sudah habis!

Maka, jikalau beberapa hari ini kita kembali kebanjiran, sesungguhnya kita sedang membaca cerita yang berulang-ulang setiap tahunnya yang terjadi di bumi Jakarta. Atau, dalam istilah seorang kawan saya yang bernama Petricia, tiap tahun kota ini menyelenggarakan "The Jakarta International Water Park" dengan tiket gratis dan dresscode pakaian renang.

Guyonan kawan saya di atas hanyalah simbol dari keputusasaan lantaran persoalan banjir tidak pernah bisa diatasi meski pemerintah dan gubernur DKI Jakarta berulang berganti beberapa kali.

Pertanyaan para reporter dan jawaban para narasumber di televisi itu pun masih tetap sama. Mengapa banjir masih menerjang Ibu Kota? Jawabnya... karena saluran air mampat akibat sampah, kanal banjir belum berfungsi dengan baik, dan seterusnya.

Jika kali ini ada yang berbeda, adalah karena ada pernyataan dari Gubernur Ahok yang menuding adanya unsur sabotase sehingga banjir bisa merendam Istana Merdeka dan Balaikota DKI Jakarta.

Hal yang berbeda lainnya dibanding tahun sebelum Jokowi jadi Presiden RI, kini tudingan diarahkan ke arah Joko Widodo. "Pendek kata, apa pun persoalannya, jika itu dianggap buruk dan merugikan masyarakat, itu semua adalah karena ulah Joko Widodo," begitu kata pendukung mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI itu.

Satire dan pesimisme tentang Jakarta pun belakangan kian menemukan panggungnya saat media sosial sudah menjadi mainan sehari-hari.

"Hujan tak kunjung henti. Mana perahu karet untuk evakuasi? Mana mesin penyedot air? Tidakkah bertambah jumlahnya dari tahun ke tahun? Tak ada biaya? Tetapi, untuk pesta besar berkali-kali di Sudirman-Thamrin kok bisa ya?" tulis seorang kawan di status Facebook-nya.

Ada juga yang mengingatkan Jokowi yang pernah memberi pernyataan bahwa macet dan banjir akan lebih mudah diatasi jika jadi presiden, "Ayo Pak Jokowi, kan sudah jadi presiden nih... buktikan omongan sampeyan...."

"Jakarta banjir.. Engkoh Ahok kok malah komentar ada sabotase ya?" ungkap tulisan yang lain.

Tetapi, di antara yang ngomel-ngomel, ada juga yang mencoba membuat perbandingan. "Kota New York aja pernah banjir parah setelah dihantam badai Sandy 5 November 2012."

"Inggris juga pernah banjir besar pada 11 Februari 2014 karena sungai Thames meluap."

"Aneh juga ya, ngapain ngomel-ngomel atau maki-maki di sosmed tentang banjir dan macet di Jakarta, tapi masih mencari rejeki di Jakarta juga dan betah pula sampai puluhan tahun. Mending kritik plus cari solusi. Kan ada sms langsung ke Pak Ahok."

Ahok yang mendapat cibiran dari masyarakat akibat banjir Ibu Kota tak tinggal diam. Ahok berharap masyarakat lebih obyektif memandang situasi yang ada. Dia mengklaim program-program antisipasi banjir tahun ini lebih baik dibanding yang terdahulu. Atas keyakinan itu, Ahok pun berani menjamin bahwa banjir di Jakarta tidak akan lebih dari satu hari.

Ahok bahkan berani menantang kepada para pencibirnya untuk berani maju menjadi calon gubernur DKI pada Pilgub tahun 2017. "Kita lihat saja, masyarakat lebih percaya omongan bual besar atau saya. Saya santai saja, tapi saya akan tetap kerja keras," kata Ahok, seperti dikutip Kompas.com.

Terlepas dari kebijakan yang salah terap, atau curah hujan yang tinggi, tanah Jakarta rasanya memang sudah kelewat berat bebannya. Iwan Fals menggambarkan bahwa tanah Jakarta sudah mirip dengan air mata, seperti syair yang dia tulis di bawah ini:

Jakarta sudah habis
Warna tanahnya merah kecoklat-coklatan
Mirip dengan darah
Mirip dengan api
Mirip dengan air mata

Kerusakan tanah Jakarta yang ditimbulkan oleh penduduknya selama ini, tak mampu disembuhkan hanya dengan revitalisasi waduk, pembangunan MRT, atau pengerukan saluran air.

Bagaimanapun Jakarta sekarang, kota ini tetaplah menjadi gula-gula bagi jutaan semut yang datang dari seluruh penjuru Indonesia. Ya, karena Jakarta adalah lampu yang benderang, maka mereka yang bersayap dan merayap berkumpul di sini. Sebab, di balik yang gemerlap selalu tersembunyi yang gelap, maka mereka yang samar dan yang mengendap juga ada di sini. Laron, cicak, semut, tikus, kecoa, ular, lipan, lebah, kumbang, bergabung di sini, untuk memburu dan diburu, untuk menyapu dan disapu, untuk berdiskusi dan berorasi, untuk bermimpi dan berilusi, dan tentu saja untuk berpesta juga berdoa.

Jakarta adalah juga arena permainan terbesar di negeri ini. Mereka yang berkuasa dan pintar bisa hidup nyaman dengan menguasai lahan-lahan permainan yang berserakan di segala penjuru; mulai dari Senayan, kawasan Monas, Cengkareng, Tanjung Priok, Kuningan, Blok M, Pasar Senen, Glodok, dan tempat-tempat lainnya.

Tetapi, bagi mereka yang papa dan tak berdaya, Jakarta adalah labirin yang menyesatkan. Melingkar-lingkar tanpa ujung tanpa pangkal, di dalamnya bertumpuk segudang masalah yang susah diurai, mulai dari soal banjir, kemacetan, sampah, kemiskinan, dan pengangguran.

Jadi, apalagi yang bisa diharap dari Jakarta? Iwan Fals bilang, "Jakarta sudah habis, Jakarta sudah habis...."

Ssssttt..., tetapi kawan saya pun bilang, "Iwan Fals juga sudah habis, karena keasyikan jualan kopi."

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lokasi dan Jadwal Pencetakan KTP dan KK di Tangerang Selatan

Lokasi dan Jadwal Pencetakan KTP dan KK di Tangerang Selatan

Megapolitan
Kecelakaan di UI, Saksi Sebut Mobil HRV Berkecepatan Tinggi Tabrak Bus Kuning

Kecelakaan di UI, Saksi Sebut Mobil HRV Berkecepatan Tinggi Tabrak Bus Kuning

Megapolitan
Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Megapolitan
Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Megapolitan
Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Megapolitan
Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Megapolitan
Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Megapolitan
Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Megapolitan
Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Megapolitan
Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com