"Ribet amat ya. Gimana cara ngitungnya coba. Lebih enak ngitung stasiun lah. Kalau jarak gimana caranya kita tahu," kata salah seorang penumpang, Adit (30), di Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (2/3/2015).
Adit merupakan warga Bekasi. Sehari-harinya, ia menggunakan KRL rute Bekasi-Jakarta Kota. Karyawan yang bekerja di salah satu kantor yang beralamat di Jalan Kebon Sirih secara rutin turun di Stasiun Gondangdia.
Dengan sistem tarif berdasarkan jumlah stasiun, biaya yang harus ia keluarkan untuk sekali naik KRL dari Bekasi ke Gondangdia adalah sebesar Rp 3.000. "Kalau sistem yang baru nanti enggak tahu bayar berapa. Jaraknya (Bekasi - Gondangdia) aja enggak tahu berapa. Belum lagi kalau naik rute yang beda," ujar dia.
Seperti dengan Adit, Drajad (42) juga mengeluhkan hal yang sama. Warga Depok yang sehari-harinya juga bekerja di kawasan Jalan Kebon Sirih ini mengaku sudah nyaman dengan tarif per kilometer.
Ia pun mengaku sudah hafal jumlah stasiun yang kerap dilaluinya. Sehari-harinya, Drajad rutin menggunakan KRL rute Bogor/Depok-Jakarta Kota. Ia rutin turun di Stasiun Gondangdia. Adapun biaya yang ia keluarkan untuk jarak Depok-Gondangdia adalah sebesar Rp 3.500.
"Bayarnya Rp 3500 karena lewat 14 stasiun. Ngitung stasiun lebih gampang. Kalau (berdasarkan) jarak ngitungnya gimana? Apalagi kalau naik di jalur yang jarak kita lewat," ujar dia.
Sebagai informasi, per 1 April mendatang PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) akan menerapkan penghitungan tarif baru yang menggunakan jarak. Pada 25 kilometer pertama, penumpang akan dikenakan tarif Rp 2.000, dan Rp 1.000 pada setiap 10 kilometer berikutnya.
Sistem ini akan menggantikan sistem penghitungan tarif berdasarkan stasiun. Pada sistem ini, penumpang dikenakan tarif Rp 2.000 pada lima stasiun pertama, dan Rp 500 pada setiap tiga stasiun berikutnya.