Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Kaum Migran Bekasi ...

Kompas.com - 11/03/2015, 21:08 WIB

KOMPAS - Pagi itu masih gelap. Matahari masih belum tampak. Seorang ibu bergegas berangkat ke tempat kerja di kawasan perkantoran di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Jarak yang ia tempuh sekitar 15 kilometer dan membutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan dari rumahnya di seputaran Kota Bekasi. Ratusan ribu warga Bekasi "menyerbu" Jakarta setiap pagi untuk bekerja dan mencari nafkah.

Bekasi yang menyandang status kota dan berbatasan langsung dengan pusat pemerintahan/Ibu Kota memang menjadi salah satu favorit tempat tinggal kaum pekerja Jakarta. Mereka ini bukan penduduk asli Bekasi atau Jawa Barat, sebagian besar justru kaum migran dari luar daerah. Kota yang dulunya merupakan ibu kota Kerajaan Tarumanegara dengan sebutan Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri ini menjadi daerah tujuan bagi kelompok perintis, baik dari Jawa maupun dari luar Jawa. Kaum pekerja pendatang (migran) berjubel tersebar di seluruh penjuru kota berbaur bersama penduduk "asli".

Hadi Sabari Yunus dalam bukunya Dinamika Wilayah Peri-Urban membagi tiga kelompok migran berdasarkan mobilitas tempat tinggalnya. Yang pertama adalah kelompok perintis, yaitu mereka yang belum lama tinggal di pusat kota dan belum lama menyelenggarakan kehidupannya di pusat kota. Mereka baru saja menapaki perjalanan hidupnya di kota dan dengan sendirinya tingkat penghasilannya juga masih rendah. Konsekuensinya preferensi tempat tinggal kelompok ini justru (terpaksa) di dekat dengan pusat kota karena di bagian inilah lokasi tempat kerja mereka.

Secara sepintas seolah-olah terdapat pertentangan antara tingkat penghasilan rendah dan lokasi. Pusat kota adalah lokasi yang mempunyai tingkatan sewa lahan paling tinggi, tetapi mengapa kelompok dengan tingkatan penghasilan rendah justru memilih tempat tinggal di dekat pusat kota? Mereka memprioritaskan bertempat tinggal dekat dengan pusat kota karena pusat kota adalah tempat kerja mereka. Dekat dengan pusat kota berarti menghemat pengeluaran untuk transportasi.

Kaum migran dari Jawa, tanpa menghitung migran Provinsi DKI Jakarta, yang masuk ke Kota Bekasi tercatat sebesar 51,2 persen dari total 267.311 jiwa. Sementara migran yang berasal dari luar Jawa sekitar 8,9 persen. Jika dilihat dari jenis lapangan usaha, tak kurang dari 30,7 persen kelompok migran perintis ini bekerja di sektor jasa kemasyarakatan, pemerintahan dan perorangan. Kemudian diikuti sektor perdagangan 22,4 persen dan di sektor industri pengolahan 20,2 persen. Kelompok ini didominasi migran berpendidikan tamat SLTA sebesar 30,7 persen, diikuti berturut-turut tamat SLTP 23,3 persen dan tamat SD sebesar 17,4 persen.

Kelompok mantap

Yang kedua adalah kelompok pemantapan, yaitu mereka yang sudah lama tinggal di kota. Dengan kemantapan status sosial ekonominya, persepsi mereka terhadap lingkungannya pun berbeda. Kalau pada awalnya terdapat pengorbanan kenyamanan tempat tinggal karena keterpaksaan ekonomi, mereka kini tidak lagi berpandangan seperti itu.

Kelompok pemantapan ini cenderung mempunyai pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perintis meskipun mereka mendapatkan pekerjaan di sektor-sektor yang kurang lebih sama dengan kelompok perintis, yaitu 21,7 persen bekerja di sektor jasa kemasyarakatan, pemerintahan dan perorangan; 19,2 persen di sektor perdagangan, dan 18 persen di sektor industri pengolahan.

Kemampuan ekonomi dan sarana transportasi memengaruhi kelompok ini dalam menentukan pilihan permukiman. Mereka mulai memiliki tempat tinggal sendiri, yang semula di tengah kota cukup dengan mengontrak atau sewa, dikarenakan kemantapan sosial ekonomi dengan penghasilan yang lebih tinggi, akhirnya membeli rumah di kawasan pinggiran kota yang dipandang lebih berkelas.

Kelompok ketiga adalah kelompok pencari status. Kelompok ini adalah orang-orang yang sudah berada di puncak karier dan memiliki penghasilan tertinggi di kariernya. Mereka mendefinisikan konsep permukimannya sebagai bangunan tempat tinggal yang tergolong sangat bagus dan mewah. Dalam beberapa hal, golongan ini menciptakan segregasi permukiman eksklusif yang bisa berwujud tinggal di kawasan elite, baik apartemen mewah, perumahan mewah, lepas dari letaknya di dalam atau di luar kota.

Bagi sebuah daerah, kedatangan kelompok migran bisa meningkatkan dinamika wilayah dan ekonomi. Namun, makin banyaknya pendatang baru pada gilirannya akan memicu proses densifikasi (pemadatan), baik penduduk maupun fisik bangunan. Pada bagian ini terjadi penurunan daya dukung lingkungan yang akhirnya berdampak terhadap lingkungan yang makin polutif, baik udara, tanah, air, suara, maupun kekumuhan lingkungan. (LITBANG KOMPAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Pecat Ketua RW di Kalideres, Lurah Sebut karena Suka Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin

Pecat Ketua RW di Kalideres, Lurah Sebut karena Suka Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin

Megapolitan
Sopir JakLingko Ugal-ugalan, Penumpang Bisa Melapor ke 'Call Center' dan Medsos

Sopir JakLingko Ugal-ugalan, Penumpang Bisa Melapor ke "Call Center" dan Medsos

Megapolitan
Penjelasan Polisi Soal Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ Berubah Jadi Pelat Putih

Penjelasan Polisi Soal Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ Berubah Jadi Pelat Putih

Megapolitan
Cerita Warga soal Tanah di Perumahan New Anggrek 2 GDC Depok yang Longsor Tiap Hujan

Cerita Warga soal Tanah di Perumahan New Anggrek 2 GDC Depok yang Longsor Tiap Hujan

Megapolitan
Pemecatan Ketua RW di Kalideres Bukan Soal Penggelapan Dana, Lurah: Dia Melanggar Etika

Pemecatan Ketua RW di Kalideres Bukan Soal Penggelapan Dana, Lurah: Dia Melanggar Etika

Megapolitan
Kecelakaan yang Libatkan Mobil Dinas Polda Jabar di Tol MBZ Diselesaikan secara Kekeluargaan

Kecelakaan yang Libatkan Mobil Dinas Polda Jabar di Tol MBZ Diselesaikan secara Kekeluargaan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com