Lantas apa motif penyebabnya?
Menurut psikolog forensik Reza Indragiri Amriel, faktornya bisa majemuk. Namun, relasi anak dan ibu tiri, lanjutnya, secara tipikal acap kali tidak harmonis antar keduanya. Akibatnya, hal kecil pun bisa jadi pemicu suatu persoalan. [Baca: Bocah 10 Tahun Ditempeli Setrika Panas oleh Ibu Tiri]
"Bertemu dengan pemicu yang bisa saja kecil tetapi menjadi besar karena ada faktor pengkondisian tadi (hubungan tak harmonis ibu dan anak tiri)," kata Reza, kepada Kompas.com, saat dihubungi, Senin (23/3/2015).
Reza menilai, kasus kekerasan oleh ibu tiri, bisa jadi karena tidak adanya komunikasi yang baik sebelum pernikahan dilakukan.
Tidak ada pembicaraan mengenai pembagian tugas dan fungsi atau peran masing-masing pihak sebelum berumah tangga bisa menjadi salah satu sumber masalahnya. [Baca: Awalnya, Bocah Disetrika Ibu Tiri Itu Sering Dicubit]
Kasus tidak harmonisnya anak tiri, lanjutnya, memang cenderung terjadi dengan ibu tirinya, bukan sebaliknya. Sebab, peran ibu tiri menjadi bertambah ketika masuk berkeluarga dengan pria yang sudah memiliki anak.
"Sedangkan kalau seorang bapak, walaupun bapak tiri, tugas dan fungsinya kan tetap, yaitu pencari nafkah," ujar Reza. Sehingga, begitu ada masalah, bisa membuat ibu tiri menjadi stres dan bertindak agresif. [Baca: Bocah Disetrika Ibu Tiri gara-gara Bermain]
Reza mengambil contoh, di Irlandia, ada riset yang menyatakan bahwa ibu tiri memang tidak sebahagia ayah tiri. "Getir memang. Di Irlandia pernah ada riset bahwa ibu tiri memang tidak sebahagia ayah tiri. Ibu tiri pun mengalami konflik lebih besar dalam rumah tangga. Relasi ibu tiri dengan anak juga lebih sarat konflik," kata dia.
Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait memandang lain. Ia beranggapan, tidak semua kasus ibu tiri berujung konflik dengan anak tirinya.
Bisa saja, ibu tiri yang menganiaya anak diakibatkan hubungan dengan suami yang kerap berlaku kasar dalam berumah tangga. Atau hal lain, adanya persoalan dalam rumah tangga yang tak dapat diselesaikan.
Sehingga, kata dia, menyebabkan pikiran menumpuk dan menjadi depresi yang kemudian sasarannya adalah anak.
"Selalu korban pertama-nya itu anak, karena anak tidak mampu membela diri," ujar Arist.
Apapun alasannya, lanjut Arist, tidak dibenarkan seorang dewasa melakukan kekerasan terhadap anak. Apalagi seperti kasus yang dialami oleh DA. "Itu sudah masuk dalam tindak pidana," ujar Arist.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.