Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri Garuda Pak Harto yang Kini Rata dengan Tanah

Kompas.com - 16/04/2015, 18:35 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Salah satu peninggalan jejak kejayaan almarhum Presiden ke-2 Republik Indonesia, Jenderal Besar Soeharto, adalah Gedung Graha Garuda Tiara Indonesia. Kini, yang tersisa dari gedung itu hanya puing-puing.

Gedung yang berlokasi di Jalan Narogong, Kampung Cibeureum, Kelurahan Cileungsi Kidul, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, pada Kamis (16/4/2015), terlihat sudah rata dengan tanah.

Sekitar awal 2014, gedung berarsitektur burung Garuda Pancasila itu dibongkar. Nyaris tak ada yang tersisa, selain hamparan luas tanah merah, beberapa bekas tiang pancang yang jumlahnya tak banyak, dan hutan bambu.

Satu hal solid yang masih terlihat jelas hanya sebuah monumen gedung yang dulunya bertuliskan "Graha Garuda Tiara Hotel dan Konvensi". Akan tetapi, monumen berwarna abu-abu dan hitam itu kini tersembunyi, tertutup lapak kaki lima, seperti bengkel dan tempat penjualan pulsa, tepat di pinggir Jalan Narogong. Monumen itu jadi saksi berdiri dan matinya gedung tersebut.

Cerita mengenai gedung tersebut sebagian mengendap di warga Desa Cibeureum. Kawasan sekitar Gedung Garuda dulunya adalah perkebunan karet. Berhadapan dengan Kampung Cibeureum, Gedung Garuda membelakangi Desa Bojong Kaso.

Pada eranya, warga perkampungan setempat kerap memakai jalan aspal yang dulu ada di area gedung untuk menyeberang antarkampung. Menurut dia, ketika Pak Harto berkuasa, pada sekitar tahun 1990-an, gedung ini masih dipakai sebagai tempat pertemuan menteri-menteri era Presiden ke-2 RI tersebut.

Selain untuk pertemuan menteri, ada kalanya pejabat asing, seperti dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), juga pernah datang. "Pak Harto juga dulunya sering datang ke situ buat pertemuan," kenang seorang perempuan berusia 46 tahun, warga RT 05 RW 05, Desa Cibeureum, kepada Kompas.com.

Gedung Garuda, menurut dia, begitu megah. Ia tak tahu persis kapan gedung ini dibangun. Namun, ia mengaku, gedung itu sudah ada ketika ia masih duduk di bangku SMP sekitar tahun 1980.

Kendati demikian, informasi berbeda di jagat maya menunjukkan bahwa pembangunan gedung ini dimulai pada pertengahan Februari 1995. Konon, biaya pembangunannya menghabiskan Rp 75 miliar pada waktu itu. Gedung ini disebutkan untuk wisma atlet saat SEA Games 1997 di Jakarta.

Pembangunan kompleks ini disebutkan terdiri dari 456 kamar pada 10 wisma berbentuk sayap (semuanya 3 lantai), sebuah hotel dengan 198 kamar dan 6 suite, pusat konvensi berkapasitas 3.000 tempat duduk, fasilitas olahraga, kolam renang standar olimpiade, dan landasan helikopter.

Namun, pembangunannya disebut tak sepenuhnya rampung. Menurut warga, bila dilihat dari udara, arsitektur Gedung Garuda akan membentuk burung Garuda Pancasila. "Dulunya anak muda sini juga suka bikin acara kirab, makanya kalau di sini dikenal namanya 'Gedung Kirab'," ujarnya.

Seiring perjalanan waktu, gedung tersebut akhirnya terbengkalai. Persis seusai Pak Harto lengser dari kekuasaannya sekitar tahun 1998, Gedung Garuda menjadi tak terurus. Atap rusak dan ilalang pun tumbuh liar seperti tak ada perawatan.

Ia mengatakan, hampir setiap sudut gedung jadi tak terlihat karena tertutup ilalang. Karena tak terurus, warga sekitar mulai enggan berjalan-jalan ke gedung tersebut.

google maps Area Gedung Graha Garuda Tiara Indonesia di google map.
"Biar sudah ditutup, tetapi dulu sempat jadi tempat buat olahraga pagi tiap hari Minggu sama warga di sini. Anak muda juga tiap malam Minggu juga suka nongkrong ke sana. Dulu satpam yang jaga bolehin masuk. Setelah banyak ilalang, udah jarang yang masuk," ujar dia.

Sekitar tahun 2000, aksi penjarahan mulai terjadi. Dulunya, hotel di dalam area gedung itu telah memiliki fasilitas yang komplet, dijarah pihak tak dikenal. Tak ada yang tahu siapa dan dari mana asal penjarah. Namun, penjarah kadang disebutkan membawa "senjata" ketika mengambil barang.

"Pas datang suka pakai truk, dengar-dengar juga bawa senjata. Kami mana ada yang tahu mereka siapa," ujarnya.

Satpam yang berjaga menurut dia juga tak berkutik, apalagi setelah jumlah satpam yang disebut sempat mencapai puluhan orang itu kini tersisa beberapa orang saja. Penjarahan pun kian menjadi.

"Bahkan pernah ada yang nanam patok-patok. Pas polisi turun 200 orang, sudah enggak ada yang berani," ujar dia.

Dibongkar

Tahun 2014 awal, pembongkaran dengan alat berat mulai dilakukan. Pertengahan tahun itu, tepat setelah Lebaran, pembongkaran selesai dilakukan. Meski tak ada penolakan dari warga, pembongkaran simbol kebanggaan era Pak Harto tersebut sempat menuai protes.

"Dulu didemo pas dibongkar karena tanah yang dikeruk itu bikin debu di jalan (Narogong). Kadang orang suka kecelakaan karena licin pas hujan," ujar dia.

Warga mengaku tak tak tahu soal rencana pengunaan lahan tersebut. Menurut warga, sebuah yayasan di Jakarta kini mengelola lahan itu. Kabarnya, yayasan tersebut masih punya kaitan dengan keluarga Cendana.

Meski Graha Garuda Tiara Indonesia itu telah hilang, kekuasaan Pak Harto masih lekat di warga. Misalnya, beberapa petak lahan di RT 05 RW 05 dimiliki oleh garis keluarga Cendana.

"Perusahaan pengolahan kerang buat hiasan rumah yang ada di sana itu katanya juga punyanya bibi Pak Harto. Tanah di sini juga punya Pak Harto. Perusahaan itu juga baik buat warga sini, sering bagi-bagi sumbangan," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rute Bus Tingkat Wisata Transjakarta BW4

Rute Bus Tingkat Wisata Transjakarta BW4

Megapolitan
12.851 ASN di DKI Jakarta Masuk Usulan Penonaktifan NIK

12.851 ASN di DKI Jakarta Masuk Usulan Penonaktifan NIK

Megapolitan
Jaga Keakuratan, Dukcapil DKI Bakal Data 11,3 Juta Warga yang Tinggal di Jakarta

Jaga Keakuratan, Dukcapil DKI Bakal Data 11,3 Juta Warga yang Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Pengamat: Kaesang Lebih Berpotensi Menang di Pilkada Bekasi Ketimbang di Depok

Pengamat: Kaesang Lebih Berpotensi Menang di Pilkada Bekasi Ketimbang di Depok

Megapolitan
Polda Metro Pastikan Video Soal Tepung Dicampur Narkoba Hoaks

Polda Metro Pastikan Video Soal Tepung Dicampur Narkoba Hoaks

Megapolitan
BPBD DKI Siapkan Pompa 'Mobile' untuk Antisipasi Banjir Rob di Pesisir Jakarta

BPBD DKI Siapkan Pompa "Mobile" untuk Antisipasi Banjir Rob di Pesisir Jakarta

Megapolitan
Ini 9 Wilayah di Pesisir Jakarta yang Berpotensi Banjir Rob hingga 29 Mei 2024

Ini 9 Wilayah di Pesisir Jakarta yang Berpotensi Banjir Rob hingga 29 Mei 2024

Megapolitan
Komplotan Maling Gasak Rp 20 Juta dari Kios BRILink di Bekasi

Komplotan Maling Gasak Rp 20 Juta dari Kios BRILink di Bekasi

Megapolitan
Supirnya Mengantuk, Angkot Tabrak Truk Sampah di Bogor

Supirnya Mengantuk, Angkot Tabrak Truk Sampah di Bogor

Megapolitan
KPAI: Banyak Program Pemerintah yang Belum Efektif Cegah Kekerasan Seksual pada Anak

KPAI: Banyak Program Pemerintah yang Belum Efektif Cegah Kekerasan Seksual pada Anak

Megapolitan
Polisi Kantongi Identitas Penusuk Lansia di Kebon Jeruk

Polisi Kantongi Identitas Penusuk Lansia di Kebon Jeruk

Megapolitan
KPAI: Kekerasan Seksual pada Anak Bisa Dicegah lewat Pola Pengasuhan yang Adaptif

KPAI: Kekerasan Seksual pada Anak Bisa Dicegah lewat Pola Pengasuhan yang Adaptif

Megapolitan
Pengamat: Kalau Dukungan Dananya Besar, Peluang Kaesang Menang pada Pilkada Bekasi Tinggi

Pengamat: Kalau Dukungan Dananya Besar, Peluang Kaesang Menang pada Pilkada Bekasi Tinggi

Megapolitan
Polisi Tangkap 6 Remaja yang Terlibat Tawuran di Sawah Besar

Polisi Tangkap 6 Remaja yang Terlibat Tawuran di Sawah Besar

Megapolitan
Rubicon Mario Dandy Tak Dilirik Pembeli, Mobil Akan Dilelang Lagi dengan Harga yang Telah Dikorting

Rubicon Mario Dandy Tak Dilirik Pembeli, Mobil Akan Dilelang Lagi dengan Harga yang Telah Dikorting

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com