Hubungan intim yang tak pantas dilakukan seorang guru tersebut telah dilakukan SB dan WD sebanyak empat kali. Kejadian pertama terjadi sekitar setahun yang lalu dengan paksaan.
Setelah pencabulan pertama, WD diingatkan SB bahwa kini mereka sudah berstatus pacar karena telah berhubungan badan. Awalnya terpaksa, hubungan antara guru dan murid itu pun menjadi memiliki dasar suka sama suka. Sebab, SB memiliki sikap yang perhatian kepada WD.
Meski atas dasar suka sama suka, SB tetap dilaporkan ke polisi setelah kejadian tersebut diketahui warga. Proses penangkapan SB pun dilakukan dengan penjebakan.
Polisi menjebak SB dengan mengundangnya bertemu di suatu tempat. Kemudian, polisi meringkusnya. Setelah itu, SB pun ditahan dan diproses secara hukum.
Orangtua cabut laporan
Akan tetapi, proses hukum SB sempat disebut-sebut akan berhenti karena orangtua murid yang dicabuli mencabut laporannya. DE, orangtua WD (12), mencabut laporan karena proses hukum membuatnya terlilit utang.
"Bukan apa-apa ya. Saya mau urus ini itu ke polres minimal banget sediain duit Rp 50.000," ujar DE di rumahnya di Bekasi Timur, Rabu (1/7/2015).
DE mengeluhkan besarnya ongkos perjalanan yang harus dia keluarkan tiap kali mengurus kasus anaknya ke polres. Dia harus menumpang ojek atau becak terlebih dahulu dengan ongkos Rp 30.000.
DE bercerita, dia pernah membawa tujuh orang saksi ke polres untuk diperiksa oleh polisi. Tujuh orang saksi tersebut merupakan teman-teman anaknya sendiri.
Dia menceritakan betapa sulitnya mengumpulkan anak-anak itu. Belum lagi, dia harus memberi makan siang kepada anak-anak tersebut. Padahal, DE hanya seorang ibu rumah tangga sementara suaminya hanyalah seorang satpam.
Keluarga DE tinggal di sebuah rumah kontrakan yang tidak jauh dari sekolah WD. Tiap DE harus mengurus kasus ke polres, dua anak DE yang masih kecil terpaksa harus dititipkan ke tetangga.
DE pun menyerah untuk melanjutkan proses hukum SB setelah dia harus membayar hasil visum putrinya. Ketika itu, DE mengaku harus merogoh uang hampir Rp 500.000 untuk mengambil hasil visum.
Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat Polresta Bekasi Kota Ajun Komisaris Siswo pun membenarkan laporan tentang SB sudah dicabut. Proses penghentian penyidikannya pun diproses dan menunggu tanda-tangan kapolres.
"Benar laporan sudah dicabut, sekarang prosesnya sudah menuju SP3," ujar Siswo.
KPAI geram
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Kota Bekasi (KPAI Kota Bekasi) Syahroni merasa kecewa dengan kenyataan tersebut. Selama beberapa hari, dia sempat tidak ingin bekerja dan menemui korban kekerasan pada anak selama beberapa hari.
"Saya kesel dan kecewa juga. Kita kan udah siapin sekolahnya, psikolog juga kita siapin, orangtua kita kasih pemahaman," ujar Shayroni.
Kepala Bidang Perlindungan Anak BPPPAKB, Mini Sardjie, mengatakan, setelah SB ditahan, WD kerap menanyakan SB kepada ibunya. "Bu, Pak SB kasihan Bu.. Pak SB kasihan," ujar Mini.
Mini menduga rengekan WD-lah yang menyebabkan orangtua mencabut laporan. Akan tetapi, kata Syahroni, DE beralasan bahwa dia tidak mau memperpanjang persoalan ini. DE ingin memasukan WD ke pesantren di Palembang.
Kini, DE sudah membuat surat pernyataan pencabutan laporan. Dalam surat tersebut, tertulis keluarga Subrata akan membayar sejumlah uang sebagai biaya pengobatan psikis WD.
SB batal bebas, proses hukum dilanjutkan
Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat Polresta Bekasi Kota Ajun Komisaris Siswo baru-baru ini mengatakan bahwa kasus SB akan tetap dilanjutkan. Padahal sebelumnya Siswo mengatakan kasus SB sedang dalam proses SP3.
"Jadi ini setelah diperiksa lebih lanjut termasuk delik murni sehingga tidak bisa dihentikan meski laporan dicabut," ujar Siswo di Bekasi.
Siswo mengatakan, hal ini berasal dari pertimbangan dan keputusan langsung Kepala Polresta Bekasi Kota Komisaris Besar Daniel Tifaona. Siswo mengatakan, kasus-kasus yang merupakan delik aduan masih dapat dihentikan jika salah satu pihak mencabut laporan.
Akan tetapi, kata Siswo, Daniel telah memutuskan bahwa kasus ini adalah delik murni sehingga tidak dapat dihentikan prosesnya karena tidak ada alasan yang bisa dimaklumi.
Menurut Siswo, dalam delik murni tidak diperlukan laporan karena sudah menjadi kewajiban polisi untuk menyelidiki perkara itu. Apalagi, kasus ini sudah menyita banyak perhatian publik.
Perjanjian damai antara pihak guru cabul, SB, dengan keluarga murid yang dicabuli terjadi di luar wewenang polisi. Akan tetapi, Siswo menegaskan, korban dalam kasus ini adalah WD, murid yang dicabuli, dan bukan sang ibu. Sang ibu pun tidak bisa mencabut laporan begitu saja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.