Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Direktur RS Sumber Waras: Pembelian Lahan oleh DKI Sesuai NJOP Tahun 2014

Kompas.com - 10/07/2015, 14:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berniat membatalkan pembelian lahan yang akan dibangun menjadi rumah sakit kanker. Rencana itu terkait catatan Badan Pemeriksa Keuangan yang menilai proses pembelian melanggar aturan. Namun, rencana pembatalan itu diyakini bakal menyulitkan pembeli dan penjual.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan rencana pembatalan itu di Balai Kota Jakarta, Kamis (9/7). Pilihan itu terbuka seiring munculnya catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menilai pembelian lahan di sekitar Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta Barat menyalahi aturan dan berpotensi kelebihan bayar Rp 191 miliar.

"Kami batalkan karena mana bisa melawan BPK," ujarnya.

Basuki membenarkan bahwa pembelian lahan pada tahun 2014 tidak melalui metode harga taksiran (appraisal) sebagaimana peraturan. Namun, harga yang dibayarkan Pemprov DKI sesuai nilai jual obyek pajak (NJOP) yang lebih rendah dari harga taksiran.

"Saya protes ke BPK karena mereka melihatnya secara prosedural, bukan substansi pembelian yang sebenarnya menguntungkan karena harga lebih rendah dari taksiran," ujarnya.

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah DKI Jakarta Heru Budi Hartono menilai, pembelian lagi lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI menghadapi kendala harga yang saat ini dipastikan lebih mahal.

"Kami hanya berharap pihak RS Sumber Waras bersedia bekerja sama untuk mengembalikan uang pembelian," ujarnya.

Direktur Umum RS Sumber Waras Abraham menyebutkan, penjualan tanah seluas 3,64 hektar ke Pemprov DKI Jakarta sudah sesuai dengan harga NJOP pada 2014, yakni Rp 20,7 juta per meter persegi. Total harga jual tanah senilai Rp 755,6 miliar. Akta pembelian tanah ditandatangani pada 17 Desember 2014. Lahan itu direncanakan untuk dibangun menjadi rumah sakit khusus kanker dan penyakit kronis.

Di atas tanah di pinggir Jalan Kyai Tapa itu kini masih berdiri beberapa bangunan, yaitu ruang perawatan VIP, asrama suster, dan ruang perawatan bagi pasien yang bernilai Rp 25 miliar.

"Kami justru merelakan Rp 25 miliar itu tidak dibayar oleh Pemprov DKI. Selain itu, kami menanggung biaya notaris Rp 3,6 miliar untuk mengurus jual-beli tanah itu," ujar Abraham.

Penunjukan lahan

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Internasional BPK Yudi Ramdan Budiman menyebutkan, tim BPK menyoroti proses pembeliannya, bukan soal NJOP. "Kami fokus pada penunjukan lokasi tanah yang tidak sesuai ketentuan serta disposisi plt (pelaksana tugas) gubernur kepada Bappeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah) yang tidak sesuai ketentuan," kata Yudi.

Yudi enggan merinci temuan mengenai pembelian tanah itu. Pihaknya masih menunggu penjelasan resmi dari Pemprov DKI sebelum memublikasikannya.

Terkait penilaian BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemprov DKI 2014, Heru menilai ada kejanggalan. Pertanyaan BPK tentang pengelolaan keuangan sudah diklarifikasi, tetapi masih tercantum dalam LHP.

"Misalnya, di salah satu unit kerja sekretariat dinyatakan tidak ada surat pertanggungjawaban atas pengeluaran dana. Setelah kami klarifikasi, surat itu sudah dibuat dan diberikan kepada BPK. Ketika diperiksa, surat itu dikatakan tidak ada. Unit terkait lalu mengirimkan lagi berkasnya ke BPK. Ternyata dalam LHP masih disebutkan tidak ada surat pertanggungjawaban," ujar Heru.

Contoh lain adalah poin pemeriksaan BPK yang menyebutkan pencatatan belanja barang dan jasa pada 15 satuan kerja perangkat daerah senilai Rp 268 miliar tidak didukung bukti pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan. Klarifikasi sudah dilakukan, tetapi disebut tidak ada pertanggungjawaban.

Heru juga mempertanyakan pernyataan BPK saat rapat paripurna DPRD untuk penyerahan LHP pada Senin (6/7) yang menyebutkan ada tiga blok apartemen sebagai bentuk penyertaan modal pemerintah (PMP) kepada PT Transportasi Jakarta. Menurut dia, tidak ada apartemen yang diberikan kepada PT Transportasi Jakarta sebagai PMP.

Pemprov DKI Jakarta kini memiliki waktu 60 hari untuk menjawab hasil pemeriksaan BPK. Mau tidak mau, kata Heru, Pemprov DKI akan mengirimkan lagi berkas-berkas yang diminta BPK. (FRO/MKN/DEA)

Berita ini telah tayang di harian Kompas edisi 10 Juli 2015, di halaman 26 dengan judul "Pembelian Bisa Dibatalkan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Pecat Ketua RW di Kalideres, Lurah Sebut karena Suka Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin

Pecat Ketua RW di Kalideres, Lurah Sebut karena Suka Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com