Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok, Dhani, dan Kemacetan Jalan TB Simatupang

Kompas.com - 27/08/2015, 12:42 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Musisi Ahmad Dhani secara tiba-tiba menantang Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok agar menyelesaikan kemacetan di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.

Sejauh ini, Ahok tampak tak secara rinci menjawab tantangan tersebut. Ia hanya berujar bahwa saat ini, arus lalu lintas di Jakarta memang lebih macet dibanding era sebelumnya. Sebab, kata dia, kemacetan terjadi di banyak ruas jalan akibat proyek pembangunan infrastruktur untuk transportasi massal, seperti pembangunan mass rapid transit (MRT) dan jalan layang busway Koridor 13.


Ahok berujar, walaupun saat ini Jakarta lebih macet, warga Ibu Kota akan menikmati hasilnya pada masa mendatang. Apabila pembangunannya berhasil dirampungkan, layanan MRT dan transjakarta Koridor 13 diyakini akan dapat mengurai kemacetan di Jakarta.
 
"Saya tidak mau kerja sepotong-potong. Saya timpa sekaligus saja semuanya. Macet ya macet sekalian deh," kata dia. 
 
Bila menilik lebih jauh ke belakang, kemacetan di Jalan TB Simatupang diyakini mulai terjadi sejak munculnya gedung-gedung bertingkat di kawasan tersebut. Keadaan tersebut membuat area sekitar Jalan TB Simatupang saat ini tumbuh menjadi pusat perkantoran baru di Jakarta.
 
Pakar lanskap dan tata ruang Nirwono Yoga menilai, keadaan tersebut sebenarnya menyimpang dari rencana tata ruang wilayah. Sebab, kata dia, berdasarkan Rencana Induk Djakarta 1965-1985, kawasan Jalan TB Simatupang seharusnya menjadi daerah resapan air dengan perizinan hunian terbatas, bukan untuk kawasan perkantoran dengan keberadaan gedung-gedung tinggi dalam skala besar.
 
"Jadi, ada pelanggaran perizinan dan pembiaran pembangunan," ujar Nirwono kepada Kompas.com, Kamis (27/8/2015).


Pelanggaran tata ruang
 

Berdasarkan data Litbang Kompas seperti dikutip dalam harian Kompas edisi 20 Desember 2013 dalam sebuah artikel "RTRW Jakarta Dibuat untuk Dilanggar", penggunaan ruang di Jakarta sudah diatur dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang dikeluarkan pada tahun 1965. Di dalamnya telah diatur bahwa pengembangan kota hanya dilakukan ke arah timur dan barat, mengurangi tekanan pembangunan di utara, dan membatasi pembangunan di selatan.
 
Pengembangan kawasan di Jakarta Selatan seharusnya dibatasi karena wilayah tersebut ditetapkan sebagai daerah resapan air. Pada tahun 1983, area terbangun di Jakarta Selatan masih 26 persen dari luas total.

Namun, pada dua puluh tahun berikutnya, kawasan terbangun meningkat menjadi 72 persen. Persentase ini lebih besar dibandingkan dengan proporsi daerah terbangun di Jakarta Timur. 

 
Kembali ke masalah kemacetan di Jalan TB Simatupang, Nirwono pernah mengingatkan mengenai ancaman terjadinya kemacetan total di jalan tersebut. Sebab, ruas Jalan TB Simatupang, yang terbagi dalam dua sisi, saat ini masing-masing hanya memiliki dua lajur.

Bila dicermati, kata Nirwono, dari dua lajur yang tersedia di Jalan TB Simatupang, hanya satu yang berfungsi dengan baik untuk kendaraan berlalu lintas. Itu pun dengan catatan bahwa situasi jalan tidak dalam kondisi macet. 


"Hanya dua lajur. Lajur kiri sudah tersita untuk masuk keluar kendaraan (dari gedung sekitar), ataupun untuk kopaja dan metromini berhenti. Praktis, hanya lajur kanan yang bisa digunakan. Akan tetapi kan, semakin hari, jumlah kendaraan semakin meningkat," ujar dia kepada Kompas.com, sekitar Maret 2015. 

Dengan fakta tersebut, Nirwono menilai, penggunaan kendaraan pribadi tidak akan lagi bisa diandalkan. Cara yang harus dilakukan adalah dengan membangun sarana transportasi massal. (Baca: Ditantang Ahmad Dhani, Begini Reaksi Ahok)

"Kalau tidak, bukan tidak mungkin nantinya kita akan melihat sepanjang Jalan TB Simatupang, mulai dari TMII sampai ke arah Bintaro, akan jadi 'tempat parkir kendaraan' (macet total)," ucap Nirwono. 

 
Perhatian pemerintah
 
Sejauh ini, belum ada sama sekali rencana dari pemerintah untuk membangun sarana transportasi massal laik di kawasan Jalan TB Simatupang.Perencanaan pemerintah terkait pembangunan transportasi massal, yang diatur dalam program pengembangan pola transportasi makro (seperti yang dikatakan Ahok), hanya menyinggung soal penyelesaian 15 koridor transjakarta, serta pembangunan MRT untuk rute selatan-utara dan timur-barat.

Dari semua itu, tak satu pun yang akan dilakukan di Jalan TB Simatupang. [Baca: Terpaksa Kembali Menggunakan Kendaraan Pribadi]. Menurut Nirwono, sudah saatnya pemerintah memberi perhatian terhadap Jalan TB Simatupang, terkait penyediaan sarana transportasi massal.

Untuk menyiasati tingginya harga pembebasan lahan, kata dia, pemerintah dapat memanfaatkan lahan pembatas di Jalan Tol Lingkar Luar atau Jakarta Outer Ring Road (JORR). 


"Pemprov DKI, Jasa Marga, dan PT KAI bisa dipertemukan untuk pengembangan jalur kereta di atas jalan tol, memanfaatkan lahan yang ada di tengah jalan," ujarnya. 

Nirwono menilai, pembangunan jalur kereta layang di tengah jalan tol merupakan solusi terbaik. Sebab, ia menganggap infrastruktur tersebut sudah tidak mungkin lagi bisa dibangun di atas Jalan TB Simatupang, yang saat ini sudah tampak terlihat "menyempit", seiring dengan kehadiran gedung-gedung yang ada di sekitarnya. 

Bila wacana itu bisa diwujudkan, Nirwono yakin kemacetan total di Jalan TB Simatupang bisa dihindari. 

"Harus dikerjakan dalam 1-3 tahun ke depan. Kenapa? Dalam tiga tahun ke depan, Jalan Tol Lingkar Luar ataupun Jalan TB Simatupang tidak akan mampu (menampung kendaraan) dan macet total," ujar Nirwono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disdukcapil DKI Catat 7.243 Pendatang Tiba di Jakarta Pasca Lebaran

Disdukcapil DKI Catat 7.243 Pendatang Tiba di Jakarta Pasca Lebaran

Megapolitan
Oknum Diduga Terima Setoran dari 'Pak Ogah' di Persimpangan Cakung-Cilincing, Polisi Janji Tindak Tegas

Oknum Diduga Terima Setoran dari "Pak Ogah" di Persimpangan Cakung-Cilincing, Polisi Janji Tindak Tegas

Megapolitan
Polisi: 12 Orang yang Ditangkap Edarkan Narkoba Pakai Kapal Laut dari Aceh hingga ke Batam

Polisi: 12 Orang yang Ditangkap Edarkan Narkoba Pakai Kapal Laut dari Aceh hingga ke Batam

Megapolitan
Ragam Respons Jukir Liar Saat Ditertibkan, Ada yang Pasrah dan Mengaku Setor ke Ormas

Ragam Respons Jukir Liar Saat Ditertibkan, Ada yang Pasrah dan Mengaku Setor ke Ormas

Megapolitan
Siang Ini, Kondisi Lalu Lintas di Sekitar Pelabuhan Tanjung Priok Tak Lagi Macet

Siang Ini, Kondisi Lalu Lintas di Sekitar Pelabuhan Tanjung Priok Tak Lagi Macet

Megapolitan
Cara Lihat Live Tracking Bus Transjakarta di Google Maps

Cara Lihat Live Tracking Bus Transjakarta di Google Maps

Megapolitan
Larangan 'Study Tour' ke Luar Kota Berisiko Tinggi, Tuai Pro Kontra Orangtua Murid

Larangan "Study Tour" ke Luar Kota Berisiko Tinggi, Tuai Pro Kontra Orangtua Murid

Megapolitan
Dalam 5 Bulan, Polisi Sita 49,8 Kg Sabu dari 12 Tersangka

Dalam 5 Bulan, Polisi Sita 49,8 Kg Sabu dari 12 Tersangka

Megapolitan
Casis Bintara Jadi Korban Begal di Kebon Jeruk, Jari Kelingkingnya Nyaris Putus

Casis Bintara Jadi Korban Begal di Kebon Jeruk, Jari Kelingkingnya Nyaris Putus

Megapolitan
Keluarga Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana Berencana Bawa Kasus Donasi Palsu ke Polisi

Keluarga Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana Berencana Bawa Kasus Donasi Palsu ke Polisi

Megapolitan
Gagal Tes dan Terluka karena Begal, Casis Bintara Ini Tes Ulang Tahun Depan

Gagal Tes dan Terluka karena Begal, Casis Bintara Ini Tes Ulang Tahun Depan

Megapolitan
Indra Mau Tak Mau Jadi Jukir Liar, Tak Tamat SMP dan Pernah Tertipu Lowongan Kerja

Indra Mau Tak Mau Jadi Jukir Liar, Tak Tamat SMP dan Pernah Tertipu Lowongan Kerja

Megapolitan
Casis Bintara Dibegal Saat Berangkat Psikotes, Sempat Duel hingga Dibacok di Tangan dan Kaki

Casis Bintara Dibegal Saat Berangkat Psikotes, Sempat Duel hingga Dibacok di Tangan dan Kaki

Megapolitan
Potensi Konflik Horizontal di Pilkada Bogor, Bawaslu: Kerawanan Lebih Tinggi dari Pemilu

Potensi Konflik Horizontal di Pilkada Bogor, Bawaslu: Kerawanan Lebih Tinggi dari Pemilu

Megapolitan
Polisi Masih Selidiki Penyebab Kematian Pria di Kali Sodong Pulogadung

Polisi Masih Selidiki Penyebab Kematian Pria di Kali Sodong Pulogadung

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com