KOMPAS.com – Siang itu wajah Mauliansyah terlihat gusar. Sudah tak terhitung berapa kali ia melirik jam dinding yang menggantung di ruang tamu. Waktu terasa berjalan lambat.
Lama ia menunggu, sampai akhirnya, sebuah pick up hitam datang memasuki pekarangan rumahnya. Sontak raut mukanya berubah sumringah. Rupanya, kendaraan itulah yang ia tunggu-tunggu.
"Siang bapak-bapak, selamat datang,” sapa Mauliansyah.
Rombongan orang di dalam pick up itu ternyata para penjemput hewan kurban. Nazhori, salah satu petugas penjemput, berjabat tangan sambil melempar senyum.
"Saya bingung mau memberi kabar. Ada tambahan hewan kurban, Pak. Kerabat dari keluarga saya ada yang tiba-tiba tertarik ikut berkurban. Tidak apa-apa, ya, Pak?” tutur Mauliansyah.
Sesaat, wajah Nazhori memang terlihat kaget dan bingung. Pasalnya, menurut data yang diterima, ia hanya akan ada empat ekor hewan kurban yang akan dijemput. Namun dengan cepat, senyum lebar menggantikan wajah kaget Nazhori. Ia tak keberatan dengan permintaan Mauliansyah.
"Alhamdulillah. Malah bagus itu, Pak. Tapi, mungkin harus dua kali balik karena kendaraannya tidak cukup,” kata Nazhori santai.
Pak Kumis
Itu adalah sekilas pengalaman Mauliansyah ketika berkurban tahun lalu. Ia dan banyak orang lain mempercayakan hewan kurban mereka kepada salah satu lembaga filantropi yang biasa mengurus penyaluran hewan kurban ke kantong-kantong kemiskinan di pelosok Indonesia.
Alasannya, di tempat tinggalnya di daerah Kemanggisan, Jakarta Barat, sudah cukup banyak orang yang berkurban. Karena itu, Mauliansyah ingin hewan kurbannya diberikan kepada mereka yang lebih membutuhkan namun berada di daerah terpencil.
“Kami melalui program Pak Kumis terus berupaya menjangkau wilayah-wilayah yang selama ini sulit dijangkau, seperti di daerah pedalaman, padat, kumuh, dan miskin,” kata Nanang Q el-Ghazal, Fundraising Director Lazismu Pusat.
Pak Kumis adalah program penghimpunan dan penyaluran hewan kurban yang dirancang Lazismu. Fokus program ini adalah membantu mendistribusikan hewan kurban kepada kaum duafa yang tinggal di daerah sulit dijangkau. Nama ini, menurut Nanang, sengaja dipilih agar lebih mudah diingat masyarakat.
Dalam pendistribusiannya, lanjut Nanang, hewan kurban Pak Kumis dikemas dalam beberapa event, contohnya, “Kurban Blusukan” bersama organisasi, komunitas, dan perusahaan. Event ini diadakan khusus menyisir kawasan perkotaan dan daerah pinggiran yang belum tersentuh.
Selain itu, dia juga menggelar event lain bersama komunitas offroad, yaitu “Kurban Adventure”. Misi khususnya adalah menyambangi daerah pedalaman.
“Kita juga datang ke daerah bencana. Tahun lalu kita ke Sinabung,” ucap Nanang.
Memang, menurut data BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada 2013 mengalami kenaikan sebesar 480 ribu jiwa dari angka 28,07 juta menjadi 28,55 juta. Dari jumlah ini, penambahan terbanyak terjadi di daerah perkotaan, yaitu sekitar 300 ribu. Sedangkan 180 ribu lainnya terjadi di pedesaan.
Namun, kenaikan ini tak selalu sejalan dengan potensi partisipasi orang yang berkurban di Indonesia. Menurut catatan forum zakat partisipasi kurban saat ini tak lebih dari angka 10 juta. Dari angka ini, sebagian besar penyaluran hewan kurban masih terpusat di perkotaan atau tak jauh dari domisili partisipan.
“Praktik yang terjadi adalah pendekatan distribusi klasikal sehingga cenderung tidak merata. Padahal dalam penyaluran hewan kurban juga terkait dengan peta kemiskinan yang terus berubah secara geografis di Indonesia. Seperti daerah pedalaman, padat penduduk, kumuh, dan kantong-kantong kemiskinan,” kata Nanang.
Ia berharap, tahun ini, Kurban Pak Kumis bisa kembali menyelenggarakan kurban bersama ke pelosok-pelosok negeri.
“Tahun ini, kurban serempak akan dilaksanakan di 500 musala bersama 500 komunitas atau sekitar 10 ribu relawan,” ujar Nanang.
Ia juga menjelaskan, bagi partisipan kurban, Lazismu memberikan kebebasan untuk pembelian hewan kurban. Mereka bisa mentrasfer uang sejumlah harga hewan kurban, atau membelinya sendiri. Jika memilih membeli sendiri, Lazismu juga menawarkan pelayanan jemput hewan kurban ke tempat tinggal mereka.
Nah, kini berkurban tak perlu repot lagi, bukan?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.