"Hal terpenting, perlu ada sinergi dari kita semua supaya gerakannya serentak," katanya.
Komunitas yang telah melaksanakan pendataan di kawasan Ciliwung, menurut Djarot, dapat melapor ke Pemerintah Provinsi DKI.
Dengan demikian, pemerintah memperoleh masukan yang nyata dari masyarakat.
"Misalkan kekayaan flora dan fauna apa saja yang sudah hilang, itu dapat dilaporkan kepada kami. Seperti bambu dan salak condet, itu pun perlu pelestarian. Untuk itu, kami butuh dukungan masyarakat," ucapnya.
Namun, untuk menghijaukan kawasan bantaran Ciliwung, menurut Djarot, juga bukan hal mudah. Bantaran Ciliwung di Condet, misalnya, bukan hanya dipenuhi sedimen tanah dan lumpur.
Saat menanam bibit salak, Djarot menyaksikan tanah bantaran yang digali untuk tanam salak itu dipenuhi lapisan plastik.
"Lihat saja permukaannya memang tanah, tetapi saat digali isinya plastik. Ini tak lain sampah di hulu yang terbawa saat banjir," katanya.
Djarot pun mengharapkan agar masyarakat di kawasan hulu juga peduli terhadap pelestarian Ciliwung.
Jangan lagi ada egosentris kewilayahan yang akhirnya hanya merugikan masyarakat.
Ully Sigar Rusady mengungkapkan, sekitar 30 tahun lalu Ciliwung masih jernih, tidak seperti sekarang.
Bukan isapan jempol jika semua unsur masyarakat peduli dan terlibat menjaganya, Ciliwung akan kembali sehat dan bersih.
"Sungai Ciliwung sebagai sumber kehidupan manusia juga merindukan keramahan tangan manusia," katanya. (MADINA NUSRAT)
--------
Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Kamis, 12 November 2015, dengan judul "Sungai yang Merindukan Sinergi dan Keramahan Tangan Manusia".