JAKARTA, KOMPAS.com - Psikolog Ratih Ibrahim mengatakan cara paling bijak bagi perempuan yang menghadapi kejadian pelecehan seksual di transportasi umum seperti KRL commuter line adalah bersikap tenang.
Menurut Ratih, menunjukkan rasa kaget justru bisa membuat pelaku pelecehan senang.
"Kalau kita merespons kaget, kita kaget dan malu, dia akan mendapatkan reward berupa kagetnya kita dan dia orgasme. Jadi yang efektif ya cuekin aja. Bukan dibiarkan yah tapi dicuekin lalu kita menghindar," ujar Ratih ketika dihubungi, Rabu (2/12/2015).
Kenapa malah bersikap cuek dan menghindar?
Ratih menjelaskan orang-orang yang yang berbuat seperti itu bisa dipastikan menderita kelainan seksual.
Reaksi korban merupakan bagian dari fantasi orang yang menderita kelainan seksual ini.
Dengan menjauhi orang tersebut, berarti kita telah membuyarkan fantasinya. Potensi orang lain melihat perbuatannya akan lebih besar dan dia akan malu.
Ratih mengatakan perempuan boleh saja mencoba untuk langsung menegur pelaku pelecehan. Namun, perempuan harus siap dengan konsekuensinya.
Salah-salah, tindakan itu malah bisa merugikan korban dan menjadi malu dua kali.
"Langsung dikasih punishment misalnya dibentak juga bisa, tapi untuk melakukan itu kita mesti pastikan juga bahwa kita sendiri aman. Nanti kalau ternyata dia ada gangguan yang lain tahu-tahu kita ditusuk kan repot juga," ujar Ratih.
"Tetapi kalau ditegur buat apa? Kamu mau nasihatin? Enggak akan ngefek, namanya juga orang sakit. Jadi kalau kamu siap kamu bisa saja labrak dia. Tapi kalau kamu modelnya adalah model penakut, model cemen, lebih baik hindari," ujar Ratih.
Gunakan kekuatan diri
Ratih menegaskan dengan menghindar dari pelaku pelecehan bukan berarti perempuan mendukung tindakan itu.
Bukan berarti juga perempuan lemah sehingga tidak mampu memberikan perlawanan. Perempuan tetap harus melindungi dirinya sendiri sambil menjaga harga dirinya.
Ratih memberi tips jika perempuan benar-benar tidak bisa menghindar dari kondisi tersebut.
Menurut Ratih, perempuan harus membawa "senjata" yang dia yakin bisa dikuasai. Senjata yang dimaksud Ratih bukan senjata tajam seperti pisau, melainkan sebuah jarum atau peniti.
"Saya memilih enggak cari ribut tetapi saya bawa penggaris atau peniti. Jangan cutter karena berbahaya. Peniti saja. Kalau dia mulai gesek-gesek, langsung arahkan saja peniti kita ke dia," ujar Ratih.
Selain membawa jarum atau peniti, Ratih juga menyarankan agar perempuan berpakaian rapi dan sopan jika berencana naik kendaraan umum.
Memang, bukan jaminan seseorang yang berpakaian tertutup akan terhindar dari pelecehan seksual. Namun, Ratih mengatakan hal itu bisa meminimalkan potensi terjadi pelecehan seksual terhadap kita.
Hal terakhir yang bisa dilakukan perempuan adalah menggunakam insting dan akal sehat.
Ratih mengatakan perempuan harus bisa melihat situasi ketika menaiki transportasi umum. Perempuan harus bisa memilah lokasi di kendaraan yang aman untuk dia.
"Jangan bertindak konyol, nanti ada gerbong sepi, kita malah sengaja duduk sendiri di situ. Bisa jadi korban perkosaan kan siapa yang tahu. Cari yang aman saja. Perempuan sama Tuhan itu dikasih akal sehat dan akal budi, itu dipakai," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.