Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lagi, Keputusan Gubernur DKI Digugat

Kompas.com - 22/01/2016, 15:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Kelompok nelayan didampingi lembaga hukum dan lingkungan yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menggugat surat keputusan Gubernur DKI Jakarta terkait pemberian izin reklamasi Pulau F, I, dan K, Kamis (21/1).

Penggugat, yaitu Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), dan sejumlah lembaga hukum, menilai pemberian izin reklamasi melanggar hukum. Gugatan didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Cakung, Jakarta Timur.

"Kami memandang ada pelanggaran yang cukup serius, baik itu secara administratif, prosedur, maupun tata kelola lingkungan, terkait pemberian izin tersebut. Kami berharap reklamasi dibatalkan," ujar Ketua Umum KNTI Riza Damanik, di PTUN Jakarta.

Tiga surat keputusan Gubernur DKI Jakarta yang digugat nelayan adalah SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 2268 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo, SK Gubernur DKI Jakarta No 2269/ 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau I kepada PT Jaladri Kartika Pakci, dan SK Gubernur DKI Jakarta No 2485/2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau K kepada PT Pembangunan Jaya Ancol. SK gubernur untuk izin reklamasi Pulau F dan I diterbitkan 22 Oktober 2015, sedangkan SK gubernur untuk Pulau K dikeluarkan 17 November 2015.

Pendaftaran gugatan terhadap reklamasi di Teluk Jakarta ini merupakan yang ketiga. Pada 15 September 2015, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menggugat SK Gubernur DKI Jakarta No 2238/2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra yang saat ini dalam proses persidangan. Awal 2015, Jakarta Monitoring Network mendaftarkan gugatan serupa, tetapi tidak berlanjut.

Menurut Riza, penerbitan izin pelaksanaan reklamasi memerlukan persyaratan yang cukup ketat, seperti dokumen lingkungan dan didahului dengan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. "Yang terjadi saat ini, Jakarta belum punya rencana strategis zonasi pesisir, tetapi pemprov telah mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi," ungkap Riza.

Selain itu, kata Riza, pemberian izin reklamasi selama ini tidak transparan dan tidak ada sosialisasi kepada warga. Publik juga tidak dilibatkan dalam kajian untuk pemberian izin reklamasi Teluk Jakarta. Hal ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

"Kalau rusak, Teluk Jakarta mestinya direhabilitasi, bukan direklamasi," ujar Manajer Kampanye Walhi Edo Rahman.

Suhali (56), nelayan Muara Angke, mengatakan, reklamasi telah membuat nelayan makin sulit mencari ikan. Reklamasi dianggap mematikan sumber penghidupan nelayan. "Jika mencari ikan, petugas keamanan dari pengembang sering meminta kami menjauh," kata Suhali.

Saat ini, persidangan sengketa izin reklamasi Pulau G masih berlangsung. "Ada sebelas dokumen tertulis yang kami masukkan ke hakim," ujar Handika Febrian, kuasa hukum penggugat dari LBH Jakarta.

Pihak tergugat dari Pemprov DKI Jakarta dan tergugat intervensi dari PT Muara Wisesa Samudra juga memasukkan lima bukti tertulis. Kuasa hukum PT Muara Wisesa Samudra, Ibnu Akhiat, menjelaskan, dokumen tertulis itu, antara lain, adalah SK Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta tentang Kelayakan Hidup Rencana Reklamasi Pulau G.

Terbuka

Sekretaris Daerah Saefullah dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tuty Kusumawati, seusai rapat legislasi di DPRD DKI Jakarta, kemarin, menyatakan, keputusan gubernur terkait izin pelaksanaan reklamasi dibuka ke publik. Semua pihak bisa mengaksesnya di basis data produk hukum melalui situs www.jakarta.go.id.

Menurut Tuty, izin pelaksanaan diterbitkan berdasarkan persetujuan prinsip dan sejumlah peraturan yang terbit sebelumnya. Izin pelaksanaan antara lain mengacu pada Keputusan Presiden No 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan Peraturan Presiden No 122/2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Selain itu, reklamasi Teluk Jakarta telah dirintis sejak era Presiden Soeharto. (MKN/ILO)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Januari 2016, di halaman 27 dengan judul "Lagi, Keputusan Gubernur Digugat".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Megapolitan
Kebakaran di Gedung Graha CIMB Niaga, Api Berasal dari Poliklinik di Lantai Basement

Kebakaran di Gedung Graha CIMB Niaga, Api Berasal dari Poliklinik di Lantai Basement

Megapolitan
Melihat Kondisi Hunian Sementara Warga Eks Kampung Bayam yang Disoroti Anies

Melihat Kondisi Hunian Sementara Warga Eks Kampung Bayam yang Disoroti Anies

Megapolitan
Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Besok

Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Besok

Megapolitan
Basement Gedung Graha CIMB Niaga di Jalan Sudirman Kebakaran

Basement Gedung Graha CIMB Niaga di Jalan Sudirman Kebakaran

Megapolitan
Akhir Hayat Lansia Sebatang Kara di Pejaten, Tewas Terbakar di Dalam Gubuk Reyot Tanpa Listrik dan Air...

Akhir Hayat Lansia Sebatang Kara di Pejaten, Tewas Terbakar di Dalam Gubuk Reyot Tanpa Listrik dan Air...

Megapolitan
Anies Kembali Ikut Pilkada Jakarta, Warga Kampung Bayam: Buatlah Kami Sejahtera Lagi

Anies Kembali Ikut Pilkada Jakarta, Warga Kampung Bayam: Buatlah Kami Sejahtera Lagi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com