Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Kata Pimpinan Buruh soal Isu Iuran Miliaran Rupiah

Kompas.com - 07/02/2016, 18:22 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

 JAKARTA, KOMPAS.com - Isu mengenai nilai iuran buruh yang mencapai miliaran rupiah beredar di media sosial. Isu ini menerpa organisasi buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Presiden KSPI Said Iqbal.

Isu tersebut menyatakan bahwa kenaikan Upah Minimum Provinsi hanya untuk kepentingan meningkatkan iuran ke organisasi buruh.

Menanggapi hal ini, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan bahwa isu tersebut merupakan isu lama yang diangkat ketika biasanya buruh menggelar aksi.

"Yang pertama tulisan itu mengulang kembali tulisan yang sering ditulis kala ada aksi buruh," kata Said, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (7/2/2016).

Said menyatakan, tulisan tersebut bersifat tendensius dan menyudutkan pimpinan buruh, karena menyebutkan pimpinan buruh sebagai pihak yang memakan iuran dari buruh.

Padahal, lanjut Said, anggaran iuran dari buruh memiliki dasar dan transparan penggunaannya.

Dirinya tak menampik kalau organisasi buruh seperti KSPI atau Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), menerima iuran perbulannya dari anggota.

Semisalnya FSPMI, sebut Said, menerima anggaran Rp 1,4 miliar sampai Rp 1,7 miliar per bulan dari iuran anggotanya.

"Itu resmi dipotong melalui perusahan buruh itu kerja, dan berdasarkan persetujuan dalam bentuk tanda tangan dari anggota serikat pekerja tersebut," ujar Said.

Pemotongan oleh perusahaan ini, menurut dia, sesuai dengan aturan pemerintah. Juga sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) organisasi buruh.

"Jadi perusahaan boleh memotong, dan ada aturan nya melalui Keputusan Menaker nomor 14, tahunnya saya lupa kalau tidak salah tahun 2000-an, tentang Iuran. Jadi ada dasarnya. Kemudian kedua itu ada AD/ART nya," ujar Said.

Uang ini, menurut dia, digunakan untuk buruh atau kegiatan organisasi buruh. Contoh, pengeluaran terbesar, menurut dia, untuk kegiatan advokasi buruh.

Misalnya, dalam kasus PHK, pendidikan bernegosiasi kepada buruh, untuk perangkat organisasi buruh misalnya menyewa kantor, untuk kegiatan aksi buruh, kegiatan pembuatan konsep, work shop, seminar, kongres buruh dan lainnya.

Iqbal menduga, isu ini dihembuskan pihak yang tidak senang dengan buruh. "Sumbernya bisa tiga, intelijen, pengusaha hitam, dan pihak yang tidak senang dengan buruh, bisa saja dari orang biasa," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hari Ini, Dishub Jaksel Jaring 6 Jukir Liar di Minimarket Kawasan Kemang dan 3 di Kebayoran Baru

Hari Ini, Dishub Jaksel Jaring 6 Jukir Liar di Minimarket Kawasan Kemang dan 3 di Kebayoran Baru

Megapolitan
Polisi Tangkap Empat Pencuri Mobil yang Seret Korbannya di Bogor, Dua Orang Masih Buron

Polisi Tangkap Empat Pencuri Mobil yang Seret Korbannya di Bogor, Dua Orang Masih Buron

Megapolitan
Terlilit Utang Rp 10 Juta, Seorang Pria Nekat Curi 6 Ban Mobil Beserta Peleknya

Terlilit Utang Rp 10 Juta, Seorang Pria Nekat Curi 6 Ban Mobil Beserta Peleknya

Megapolitan
Ditangkap di Filipina, Gembong Narkoba Buronan BNN Pernah Selundupkan 5 Kg Sabu ke Indonesia

Ditangkap di Filipina, Gembong Narkoba Buronan BNN Pernah Selundupkan 5 Kg Sabu ke Indonesia

Megapolitan
Jukir Liar di Tebet Masih Bandel, Bisa Kena Sanksi Denda atau Kurungan

Jukir Liar di Tebet Masih Bandel, Bisa Kena Sanksi Denda atau Kurungan

Megapolitan
Misteri Kematian Pria di Kali Sodong, Wajah Lebam Korban Saat 'Video Call' Keluarga Jadi Pertanyaan

Misteri Kematian Pria di Kali Sodong, Wajah Lebam Korban Saat "Video Call" Keluarga Jadi Pertanyaan

Megapolitan
Sekolah di Depok Masih Dibolehkan Gelar 'Study Tour', DPRD Ingatkan soal Lokasi dan Transportasi

Sekolah di Depok Masih Dibolehkan Gelar "Study Tour", DPRD Ingatkan soal Lokasi dan Transportasi

Megapolitan
Laki-laki yang Ditemukan Tergeletak di Separator Koja Jakut Diduga Tewas karena Sakit

Laki-laki yang Ditemukan Tergeletak di Separator Koja Jakut Diduga Tewas karena Sakit

Megapolitan
Tak Larang Sekolah Gelar 'Study Tour', DPRD Depok: Jika Orangtua Tak Setuju, Jangan Dipaksa

Tak Larang Sekolah Gelar "Study Tour", DPRD Depok: Jika Orangtua Tak Setuju, Jangan Dipaksa

Megapolitan
Gembong Narkoba yang Ditangkap di Filipina Pernah Tinggal di Lombok

Gembong Narkoba yang Ditangkap di Filipina Pernah Tinggal di Lombok

Megapolitan
Nestapa Calon Siswa Bintara di Jakbar, Kelingkingnya Nyaris Putus dan Gagal Masuk Polisi akibat Dibegal

Nestapa Calon Siswa Bintara di Jakbar, Kelingkingnya Nyaris Putus dan Gagal Masuk Polisi akibat Dibegal

Megapolitan
Mayat Laki-laki Ditemukan Tergeletak di Separator Jalan di Koja

Mayat Laki-laki Ditemukan Tergeletak di Separator Jalan di Koja

Megapolitan
Sempat Dirazia, Jukir Liar di Minimarket Bungur Raya Kembali Beroperasi

Sempat Dirazia, Jukir Liar di Minimarket Bungur Raya Kembali Beroperasi

Megapolitan
Lansia Tewas Ditusuk Orang Tak Dikenal di Kebon Jeruk, Polisi Selidiki Identitas Pelaku

Lansia Tewas Ditusuk Orang Tak Dikenal di Kebon Jeruk, Polisi Selidiki Identitas Pelaku

Megapolitan
Gembong Narkoba Asia Buronan BNN Ditangkap di Filipina

Gembong Narkoba Asia Buronan BNN Ditangkap di Filipina

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com