JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan, partainya menjadi korban bully akibat istilah deparpolisasi yang sempat dicetuskan salah satu kader.
Bully tersebut dia lihat dari media sosial dan juga komentar-komentar berita soal deparpolisasi. Gembong merasa malu sampai-sampai tidak bisa membaca semua komentar buruk tersebut.
"Karena deparpolisasi ini, di-bully habis kita. Sampai malu saya bacanya kalau di media sosial," ujar Gembong di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jumat (11/3/2016).
Gembong menjelaskan, istilah itu merupakan bahasa yang digunakan internal partai mereka untuk membangkitkan semangat.
"Itu sebenarnya adalah bahasa internal kami dalam rangka memperkuat partai," ujar Gembong. (Baca: Tanggapi Teman Ahok, PDI-P Akan Lawan Deparpolisasi)
Gembong mengatakan, istilah deparpolisasi yang mereka gunakan berangkat dari munculnya calon independen dalam Pilkada DKI 2017. Calon independen membuat PDI-P sadar bahwa kepercayaan masyarakat terhadap partai kian tergerus.
Istilah deparpolisasi pun digunakan di internal partai untuk memperbaiki hal itu. Istilah deparpolisasi merupakan pengingat bagi PDI-P untuk berbenah.
"Kalau bicara deparpolisasi, parpol memang merupakan penopang demokrasi, kan. Makanya, Bu Mega bilang, partai harus diperkuat supaya ya tidak menjadi deparpolisasi. Itu istilah yang kami gunakan di internal saja," ujar dia.
Gembong pun mengungkit istilah "petugas partai" yang sempat ramai saat itu. Dia mengatakan, istilah "petugas partai" hanyalah bagian dari bentuk komunikasi di kalangan internal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.