Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU Pilkada, Parpol Ingin Cegah Fenomena Ahok Jadi Tren

Kompas.com - 15/03/2016, 16:08 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Adanya rencana DPR merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dipandang merupakan upaya partai politik mencegah fenomena Ahok menjadi tren.

Fenomena Ahok yang dimaksud di sini adalah adanya dukungan warga kepada seorang figur, yang kemudian membuat mereka berkeinginan mengusung sendiri figur itu tanpa perantara partai politik. Seperti yang saat ini dilakukan relawan pendukung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. (Baca: DPR Ingin Perberat Syarat buat Calon Independen, Ahok Optimistis Tetap Lolos.)

"Antusiasme yang tinggi dari warga yang membuat mereka ingin memajukan calonnya sendiri. Yang seperti ini kalau dibiarkan tentu bisa jadi tren," kata Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti saat dihubungi, Selasa (15/3/2016).

Komisi II DPR RI berencana ingin merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. Caranya dengan menaikan syarat jumlah dukungan bagi calon kepala daerah dari jalur independen yang akan maju dalam pemilihan kepala daerah serentak 2017 mendatang. (Baca: Komisi II DPR Wacanakan Perberat Syarat Calon Independen.)

Ada dua model yang diwacanakan. Pertama, syarat dukungan adalah 10-15 persen dari daftar pemilih tetap (DPT) atau yang kedua, yaitu 15-20 persen dari DPT.

Jika rencana ini terealisasi, Ray memprediksi ke depannya Pilkada hanya akan menjadi monopoli partai politik, terutama partai-partai besar.

Dalam catatan Ray, partai politik yang jumlah kursinya rata-rata cukup tinggi di DPRD adalah PDI Perjuangan, Golkar, dan Partai Demokrat. Ia menilai partai-partai inilah yang ke depannya akan diuntungkan dalam setiap perhelatan pilkada.

"Partai-partai lainnya, terutama yang jumlah kursinya menengah ke bawah seperti PAN, Hanura, PPP, Nasdem cuma jadi pengekor. Pengekor ke partai-partai besar tadi," ujar dia.

Saat ini, syarat dukungan data KTP bagi calon independen adalah 6,5-10 persen dari jumlah pemilih pada pemilu sebelumnya. Hal tersebut sesuai putusan yang diambil Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2015 lalu.

Sebelum adanya MK, syarat dukungan data KTP bagi calon independen berdasarkan jumlah penduduk.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com