Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunggu Transportasi Berbasis Aplikasi Jadi Badan Usaha

Kompas.com - 16/03/2016, 08:58 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memutuskan tak memblokir aplikasi GrabCar dan Uber. Alasannya, karena kedua layanan transportasi yang menggunakan kedua aplikasi itu dibutuhkan banyak masyarakat.

Selain itu, Kemenkomifo beralasan saat ini Uber dan Grab telah mengurus aspek legalitasnya. Menkominfo Rudiantara menyebut bentuk badan usaha yang dipilih Uber dan Grab untuk mewadahi pemilik kendaraan yang bekerja sama dengan mereka adalah koperasi.

"Saya sudah berkoordinasi dengan Pak Puspayoga (Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga) agar izinnya segera dikeluarkan. Kita akan berusaha agar masalah ini cepat selesai," kata Rudi di kantornya, Selasa (15/3/2016).

Permintaan agar Grab dan Uber segera mengurus aspek legalitas bukan kali ini saja dilakukan. Karena, permintaan hal yang sama sudah diajukan Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta pada awal Agustus 2015.

Saat itu, Dishubtrans DKI meminta Uber dan Grab melengkapi tujuh syarat legal sebagai angkutan umum.

Ketujuh syarat itu meliputi berbadan hukum; memiliki surat domisili usaha; memiliki izin gangguan yang diatur dalam undang-undang gangguan; izin penyelenggaraan; memiliki armada minimal lima unit; memiliki pul untuk servis dan perawatan; dan kesiapan administrasi operasional. Selain itu, kendaraan yang digunakan harus menjalani uji kir.

"Kalau ini tidak segera dipenuhi, maka akan kami putuskan tidak resmi dan akan kami tertibkan," kata Kadishubtrans Andri Yansyah usai rapat dengan Uber dan Grab di kantornya, Jumat (7/8/2015).

Benar saja, usai peringatan itu, Dishubtrans DKI gencar menertibkan Uber dan GrabCar yang kedapatan beroperasi. Namun, beberapa bulan berlalu, layanan transportasi Uber dan GrabCar masih tetap beroperasi. Uber dan Grab pun tak kunjung melengkapi aspek legalnya.

"Kita sudah berapa kali komunikasi dengan mereka. Tapi merek bandel. Sampai saat ini mereka tak pernah mau urus," kata Andri saat aksi unjuk rasa ribuan sopir taksi di Balai Kota, Senin (14/3/2016).

Andri menyatakan penindakan yang dilakukan tak berarti kalau aplikasi yang digunakan masih dapat diakses. Karena itu, ia menilai penindakan harus dibarengi dengan pemblokiran sementara aplikasi. Setidaknya, sampai Uber dan Grab melengkapi aspek legalnya.

"Tapi kewenangan pemblokiran ada di Kemenkominfo," kata dia.

Bisa Picu Konflik Horizontal Ketua Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) Cecep Handoko menyebut pembiaran terhadap keberadaan angkutan berpelat hitam bisa memicu konflik horizontal antara sopir angkutan pelat kuning dan pelat hitam. Sebab, ia menyebut saat ini sudah sering terjadi gesekan antara kedua belah pihak.

"Kondisi real di lapangan saat ini kita sudah konflik terus. Ada potensi konflik horizontal antara pelat kuning dan pelat hitam," kata Cecep.

Menurut Cecep, saat ini angkutan pelat kuning dalam posisi yang dirugikan. Karena di satu sisi mereka sudah konsisten mentaati aturan dan membayar pajak ke pemerintah, tapi di satu sisi penghasilan menurun karena warga lebih memilih naik angkutan pelat hitan yang tarifnya lebih murah.

Karena itu, ia meminta pemeritah untuk memindak tegas keberadaan angkutan pelat hitam. Menurutnya, pemerintah harus konsisten menegakan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

"Hukum diciptakan oleh masyarakat. Karena itu, negara sebagai pemilk hukum harus benar-benar hadir," ujar dia.

Cecep pun berujar, jika tidak mampu menindak tegas, ia meminta pemerintah menghapus semua proses perizinan terhadap angkutan pelat kuning. Menurut Cecep, dengan dihapuskannya semua proses perizinan, maka pihaknya akan bisa bersaing dengan setara dengan angkutan pelat hitam.

"Ayo kita bersaing di lapangan. Tapi perizinan kita segala macam dihapuskan. Atau pemerintah menegakan peraturan yang sudah ada," kata dia.

Menurut Cecep, saat ini angkutan pelat kuning masih terikat segala macam perizinan yang mengharuskan mereka menyetor retribusi ke pemerintah. Hal inilah disebutnya membuat biaya operasional angkutan pelat kuning menjadi tinggi.

Di sisi lain, angkutan pelat hitam tidak dikenakan kewajiban yang sama sehingga tarif mereka terjangkau dan disenangi penumpang. "Ini lah yang menimbulkan kecemburuan sosial," pungkasnya. (Baca: Untung dan Rugi Keberadaan Layanan Transportasi Berbasis Aplikasi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PN Jakbar Tunda Sidang Kasus Narkotika Ammar Zoni

PN Jakbar Tunda Sidang Kasus Narkotika Ammar Zoni

Megapolitan
Pelaku dan Korban Pembunuhan Wanita Dalam Koper Kerja di Perusahaan yang Sama

Pelaku dan Korban Pembunuhan Wanita Dalam Koper Kerja di Perusahaan yang Sama

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Curi Uang Rp 43 Juta Milik Perusahaan Tempat Korban Kerja

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Curi Uang Rp 43 Juta Milik Perusahaan Tempat Korban Kerja

Megapolitan
Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah Berkali-kali Minta Dipulangkan dari RSJ Bogor

Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah Berkali-kali Minta Dipulangkan dari RSJ Bogor

Megapolitan
Mengaku Kerja di Minimarket, Pemuda Curi Uang Rp 43 Juta dari Brankas Toko

Mengaku Kerja di Minimarket, Pemuda Curi Uang Rp 43 Juta dari Brankas Toko

Megapolitan
Kronologi Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus, Kesal Teman Korban Ikut Memarkirkan Kendaraan

Kronologi Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus, Kesal Teman Korban Ikut Memarkirkan Kendaraan

Megapolitan
Syarat Maju Pilkada DKI Jalur Independen: KTP dan Pernyataan Dukungan Warga

Syarat Maju Pilkada DKI Jalur Independen: KTP dan Pernyataan Dukungan Warga

Megapolitan
17 Kambing Milik Warga Depok Dicuri, Hanya Sisakan Jeroan di Kandang

17 Kambing Milik Warga Depok Dicuri, Hanya Sisakan Jeroan di Kandang

Megapolitan
Pintu Rumah Tak Dikunci, Motor Warga di Sunter Dicuri Maling

Pintu Rumah Tak Dikunci, Motor Warga di Sunter Dicuri Maling

Megapolitan
Viral Video Geng Motor Bawa Sajam Masuk Kompleks TNI di Halim, Berakhir Diciduk Polisi

Viral Video Geng Motor Bawa Sajam Masuk Kompleks TNI di Halim, Berakhir Diciduk Polisi

Megapolitan
Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah Bakal Dipindahkan ke Panti ODGJ di Bandung

Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah Bakal Dipindahkan ke Panti ODGJ di Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Curi Uang Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Curi Uang Korban

Megapolitan
Ketua RW Nonaktif di Kalideres Bantah Gelapkan Dana Kebersihan Warga, Klaim Dibela DPRD

Ketua RW Nonaktif di Kalideres Bantah Gelapkan Dana Kebersihan Warga, Klaim Dibela DPRD

Megapolitan
Menjelang Pendaftaran Cagub Independen, Tim Dharma Pongrekun Konsultasi ke KPU DKI

Menjelang Pendaftaran Cagub Independen, Tim Dharma Pongrekun Konsultasi ke KPU DKI

Megapolitan
DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com