Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dukungan Hanura terhadap Ahok Dinilai Terkesan "Kejar Tayang" untuk Puaskan Pimpinan

Kompas.com - 28/03/2016, 12:37 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Profesor Siti Zuhro, menilai, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) tidak kompak dalam menentukan dukungannya terhadap bakal calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

Ketidakkompakan ini tecermin dari adanya kader yang mengundurkan diri karena menolak dukungan terhadap Basuki. (Baca: "Teman Ahok" Dapat Suntikan Tenaga dari Partai Hanura)

"Ada masalah yang serius di partai tersebut. Idealnya, partai melakukan dulu rapat di internalnya, keputusan formal institusional, tidak boleh diganggu gugat, ada keputusan yang definitif," kata Siti saat dihubungi Kompas.com, Senin (28/3/2016).

Menurut Siti, partai politik bergerak sebagai sebuah institusi. Semua keputusan yang keluar dari partai politik, kata dia, sedianya mewakili keputusan institusi.

Untuk itu, perlu ada kesepakatan bersama yang diambil dari sekian banyaknya kepentingan yang ada di internal partai politik.

Terkait sikap Hanura yang mendukung Basuki, dua pengurus DPD Hanura DKI, yakni Rahmat HS dan Bustami, memutuskan keluar dari kepengurusan partai.

Mereka juga mengatakan, hampir 90 persen kader Hanura tidak menyetujui dukungan terhadap Basuki sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta. (Baca: Hanura: Kader yang Tak Dukung Ahok Itu Pragmatis).

Melihat hal tersebut, Siti menilai bahwa keputusan Hanura untuk mendukung Basuki hanya untuk menyenangkan apa yang diinginkan pimpinan atau pejabat partai semata.

Ia memandang pengunduran diri dua orang kader Hanura itu sebagai bentuk kekecewaan akan keputusan segelintir elite partai.

"Ini kan refleksi, cerminan, di dalam masih ada pro-kontra. Persentase pro-kontra kita tidak tahu. Tetapi, dari kader publikasi pengunduran dirinya ada amarah, ada kesewenang-wenangan dari pimpinan secara sepihak," tutur Siti.

"Terkesan 'kejar tayang' untuk sesegera mungkin mengklimakskan keinginan pimpinan tadi. Padahal, institusi tidak bisa personal," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komnas PA Bakal Beri Pendampingan Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Komnas PA Bakal Beri Pendampingan Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Megapolitan
Penanganan Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel Lambat, Pelaku Dikhawatirkan Ulangi Perbuatan

Penanganan Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel Lambat, Pelaku Dikhawatirkan Ulangi Perbuatan

Megapolitan
Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Megapolitan
Kasus Perundungan Siswi SMP di Bogor, Polisi Upayakan Diversi

Kasus Perundungan Siswi SMP di Bogor, Polisi Upayakan Diversi

Megapolitan
Disdik DKI Akui Kuota Sekolah Negeri di Jakarta Masih Terbatas, Janji Bangun Sekolah Baru

Disdik DKI Akui Kuota Sekolah Negeri di Jakarta Masih Terbatas, Janji Bangun Sekolah Baru

Megapolitan
Polisi Gadungan yang Palak Warga di Jaktim dan Jaksel Positif Sabu

Polisi Gadungan yang Palak Warga di Jaktim dan Jaksel Positif Sabu

Megapolitan
Kondisi Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Sudah Bisa Berkomunikasi

Kondisi Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Sudah Bisa Berkomunikasi

Megapolitan
Polisi Gadungan di Jaktim Palak Pedagang dan Warga Selama 4 Tahun, Raup Rp 3 Juta per Bulan

Polisi Gadungan di Jaktim Palak Pedagang dan Warga Selama 4 Tahun, Raup Rp 3 Juta per Bulan

Megapolitan
Pelajar dari Keluarga Tak Mampu Bisa Masuk Sekolah Swasta Gratis Lewat PPDB Bersama

Pelajar dari Keluarga Tak Mampu Bisa Masuk Sekolah Swasta Gratis Lewat PPDB Bersama

Megapolitan
Dua Wilayah di Kota Bogor Jadi 'Pilot Project' Kawasan Tanpa Kabel Udara

Dua Wilayah di Kota Bogor Jadi "Pilot Project" Kawasan Tanpa Kabel Udara

Megapolitan
Keluarga Korban Begal Bermodus 'Debt Collector' Minta Hasil Otopsi Segera Keluar

Keluarga Korban Begal Bermodus "Debt Collector" Minta Hasil Otopsi Segera Keluar

Megapolitan
Masih di Bawah Umur, Pelaku Perundungan Siswi SMP di Bogor Tak Ditahan

Masih di Bawah Umur, Pelaku Perundungan Siswi SMP di Bogor Tak Ditahan

Megapolitan
Polisi Gadungan di Jaktim Tipu Keluarga Istri Kedua Supaya Bisa Menikah

Polisi Gadungan di Jaktim Tipu Keluarga Istri Kedua Supaya Bisa Menikah

Megapolitan
Ini Berkas yang Harus Disiapkan untuk Ajukan Uji Kelayakan Kendaraan 'Study Tour'

Ini Berkas yang Harus Disiapkan untuk Ajukan Uji Kelayakan Kendaraan "Study Tour"

Megapolitan
Siswa SMP Lompat dari Gedung Sekolah, Polisi: Frustasi, Ingin Bunuh Diri

Siswa SMP Lompat dari Gedung Sekolah, Polisi: Frustasi, Ingin Bunuh Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com