Dalam waktu itu, aparatur melakukan pendampingan dan arahan kepada masyarakat terkait rencana penertiban ataupun relokasi.
”Yang paling penting juga, pemerintah membuka konsep penataan dan penertiban di suatu wilayah. Jadi, orang-orang tahu dan bisa ikut mengawasi apa yang direncanakan, seperti apa perjalanannya, hingga hasilnya di kemudian hari,” ucapnya.
Catur (52), pemandu wisata sekaligus warga di Pasar Ikan, mengingatkan, kawasan ini merupakan wilayah yang mempunyai nilai sejarah tinggi.
Selain Menara Syahbandar dan Museum Bahari, juga terdapat Pasar Heksagon dan tempat pelelangan ikan yang usianya telah tua.
Sejauh ini tidak pernah ada pemberitahuan kawasan ini akan ditata seperti apa ke depannya.
”Kalau mau menata, sekalian apartemen di sekitar sini dibongkar. Itu dulu daerah bersejarah juga,” ujarnya.
Di sekitar Pasar Ikan dan kawasan Luar Batang berdiri sejumlah apartemen. Dari rumah Onta, misalnya, jika menghadap ke utara, beberapa blok apartemen telah terbangun.
Di sisi barat, sekitar 500 meter, berdiri apartemen bercat merah dan kuning.
”Kalau digusur dan tak dapat rusunawa, saya tinggal di kapal saja. Ibu biar pulang ke Bogor. Ya, namanya warga kecil, kami bisa apa?” ucap Onta.
------
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Maret 2016, di halaman 1 dengan judul "”Ya, Namanya Warga Kecil, Kami Bisa Apa?”"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.