JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyatakan tak setuju dengan usulan penerapan four in one sebagai ganti three in one. Ia yakin penerapan usulan dari Polda Metro Jaya itu nantinya akan sama seperti three in one.
Ahok, sapaan Basuki, berpandangan penerapan three in one yang berlaku selama ini tidak pernah berhasil mengurai kemacetan. Yang terjadi, kata dia, three in one dijadikan celah untuk mengeksploitasi anak di bawah umur sebagai joki.
"Four in one itu enggak ada itu, ngaco itu. Itu bukan solusi. Ini sama saja ngangkut anak. Kenapa (three in one) kita stop? Karena kita enggak mau joki-joki ini manfaatin anak-anak," kata Ahok di Balai Kota, Selasa (5/4/2016).
Ahok mengaku sudah lama ingin menghapus three in one. Mulanya, Ahok ingin penghapusan three in one berbarengan dengan penerapan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP).
Namun, rencana itu berubah setelah polisi mengungkapkan adanya bayi yang dimanfaatkan joki three in one. Bayi-bayi itu diberi obat penenang agar tidak rewel. Ahok pun memutuskan untuk segera menghapus three in one tanpa menunggu penerapan ERP.
"Dulu kita pernah berpikir sebelum mencapai ERP bagaimana caranya supaya tidak ada eksploitasi anak-anak, tidak ada joki. Salah satunya adalah ganjil genap sebetulnya. Tapi, setelah ditimbang, ngapain mesti pakai perantara ganjil genap? Langsung ke ERP saja," ujar Ahok.
Sebelumnya, Kepala Sub Direktorat Penegakan Hukum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Budiyanto menuturkan, dalam rapat antara Polda Metro Jaya dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta tercetus wacana untuk menerapkan four in one.
Menurut Budiyanto, penerapan four in one akan membuat pemilik kendaraan berpikir ulang menggunakan jasa joki.
"Pengemudi akan mengeluarkan biaya yang lebih tinggi. Pengemudi belum tentu nyaman dengan keberadaan joki yang jumlahnya lebih banyak," kata Budiyanto saat dihubungi, Senin (4/4/2016).